Polemik PP 23 Tahun 2010

7 Tambang Raksasa Terminasi, KPK Soroti Revisi PP Batu Bara

Redaksi Redaksi
7 Tambang Raksasa Terminasi, KPK Soroti Revisi PP Batu Bara
Foto: ist

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut soroti revisi ke-6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Salah satu sebabnya adalah akan berakhirnya 7 tambang raksasa batu bara hingga 2025 mendatang. 

Komisi antirasuah ini diketahui telah memanggil beberapa ahli dan pejabat, hingga Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot, untuk menjelaskan perihal poin-poin yang akan dimasukkan dalam revisi beleid ini.

"KPK tidak ingin PP 23 Tahun 2010 ada perpanjangan kontrak yang diberikan tapi nanti bisa merugikan negara," ujar sumber yang mengetahui proses yang sedang didalami oleh KPK ini kepada CNBC Indonesia, pekan lalu. 

Setidaknya ada dua peristiwa yang memicu KPK ikut soroti revisi beleid ini; pertama adalah surat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan kedua adalah perpanjangan kontrak yang diberikan Dirjen Minerba kepada PT Tanito Harum meski revisi belum rampung. 

Surat yang diteken oleh Menteri Rini Soemarno pada 11 Maret 2019 kepada Menteri Sekretaris Negara itu intinya meminta agar revisi PP 23 Tahun 2010 mengutamakan dan berpihak pada BUMN. 

Rini meminta lahan-lahan tambang terminasi yang habis mengikuti aturan UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 dikembalikan kepada negara, lalu dijadikan sebagai Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WUPK), baru dijadikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). 

"Hak Prioritas BUMN atau yang disamakan dengan BUMN dalam mendapatkan WIUP atau WIUPK bagi KK atau PKP2B yang telah berakhir," tulis Rini dalam surat tersebut. 

Gara-gara surat Rini ini, KPK kemudian mengetahui bahwa pada Januari lalu Kementerian ESDM lewat Dirjen Minerba sudah memperpanjang kontrak PT Tanito Harum selama 20 tahun ke depan dan juga mengubah kontraknya dari rezim PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Batu Bara) ke IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus).

KPK kini sedang mencari tahu, apakah tindakan yang dilakukan oleh Dirjen Minerba tersebut menyalahi aturan atau tidak. Ujungnya, KPK ingin mengetahui apakah dengan memberikan perpanjangan kontrak ke swasta lebih menguntungkan atau bahkan merugikan bagi negara jika dibandingkan diberikan ke BUMN. 

Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, belum mau mengungkap rinci soal sorotan KPK ini ketika dikonfirmasi. Namun, ia mengakui bahwa KPK tengah mempelajari rencana revisi PP 23 Tahun 2010 ini dan intens berkomunikasi dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot. 

"Soal PP 23 2010 ini begini, kan ada rancangan revisi PP kami bekerja sama dengan Dirjen Minerba bahas rancangan ini. Dia (Dirjen Minerba) datang dan menjelaskan kenapa rancangan PP-nya begini dan begitu," jelas Pahala, Jumat (17/5/2019).

Ia menjelaskan mulai dipelajarinya revisi PP ini memang karena adanya generasi satu PKP2B yang akan berakhir kontrak hingga 2025 mendatang, "Sebagian akan selesai, jadi kami antisipasi saja. Sebulan ini kami mengkaji, 3 minggu terakhir Pak Gatot datang," katanya. 

Menurutnya kerja sama dengan Dirjen Minerba ini sudah biasa, sebelumnya KPK juga bekerja sama soal Izin Usaha Pertambangan (IUP) daerah yang banyak tumpang tindih dan mencari solusi untuk mengatasinya. "Dari ESDM ini ingin konsultasi dengan RPP ini kalau sudah terbit nanti dampaknya seperti apa, diajak ngomong saja," jelasnya.

Hingga saat ini, Dirjen Minerba, Bambang Gatot, masih berada di Amerika Serikat untuk keperluan dinas dan belum menanggapi pertanyaan CNBC Indonesia.

Dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), 7 perusahaan tambang batu bara yang akan habis atau terminasi dalam waktu dekat, yakni 7 PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara) generasi pertama adalah ;

1. PT Tanito Harum yang habis di Januari 2019

2. PT Arutmin Indonesia pada 2020

3. PT Adaro Energy pada 2022

4. PT Kaltim Prima Coal (KPC) pada 2021

5. PT Multi Harapan Utama pada 2022

6. PT Kideco Jaya Agung pada 2022

7. PT Berau Coal pada 2025. 

Tujuh tambang ini bisa dibilang masuk dalam jajaran kontributor utama produksi batu bara di Indonesia, masing-masing memiliki luas konsesi hingga puluhan ribu hektare. 

(cnbcindonesia.com)


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini