PEKANBARU, riaueditor.com - Perseteruan antara Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kuantan Singingi, Abriman. S. Hut, MM pasca melaporkan oknum anggota DPRD kabupaten Kuansing, Aldiko Putra atas dugaan tindak penghadangan, pengancaman disertai ‘penyanderaan’ terhadap dirinya (Abriman, red) kian membara.
Diberitakan sebelumnya, oknum anggota DPRD kabupaten Kuansing Aldiko Putra alias (Ai) diduga menghadang Abriman saat menjalankan tugas akan mengevakuasi 1 unit alat berat ekskavator yang beroperasi di Hutan Lindung Bukit Betabuh, kabupaten Kuantan Singigi, Riau.
Dikatakan Abriman, alat berat berupa ekscavator tersebut ditangkap saat beroperasi di Hutan Lindung (HL) Bukit Bertabuh dan diamankan petugas sebagai barang bukti. Diduga alat berat tersebut milik abangnya Al.
Baca juga: Sandera Pejabat Kehutanan, Oknum Anggota DPRD Kuansing Dari PKB Dipolisikan
Dalam video di canal youtube (https://www.youtube.com/watch?v=v1U6JYAoZ6s) dan medsos tiktok yang beredar, dengan lantang seorang anggota DPRD Kuantan Singingi 'memaki-maki' seorang petugas kehutanan. Berikut petikannya:
"Kenapa masyarakat anda tangkap, sementara cukong-cukong anda biarkan, KPH-KPH seperti ini yang menghabisi Kuansing ini," ujarnya seraya menunjuk-nunjuk ke arah Kepala UPT KPH Kuantan Singingi, Abriman.
Dalam wawancara langsung awak media riaueditor.com dengan Anggota DPRD Kuantan Singingi, Aldiko Putra, Minggu (21/5/2023) di Pekanbaru, Aldiko mempertanyakan kewenangan seorang Abriman selaku Kepala UPT KPH Kuansing dalam mengamankan alat berat masyarakat tanpa surat penangkapan.
Ditegaskan Aldiko, saudara Abriman selaku Kepala KPH Kuansing telah mengamankan alat berat yang bekerja di kebun masyarakat yang sudah dikelola sejak tahun '70 an, dan sudah memiliki legalitas berupa sertipikat dan SKGR.
"Saya bertanya mana surat penangkapan, mana laporannya, mana tahu tanah itu bersengketa dengan saudara-saudaranya yang lain. Ketiga saya menanyakan, kalau itu hutan kawasan mana yang menyatakan itu hutan kawasan. Jadi saudara Abriman tidak bisa menghadirkan itu," ungkap Aldiko, Minggu (21/5/2023).
Aldiko juga mempertanyakan kenapa hanya menangkap masyarakat yang hanya berkebun 2 hektar. Kenapa cukong-cukong yang mengelola di sisi sebelahnya dibiarkan.
"Kenapa cukong-cukong yang mengelola di sebelahnya 400 hektar dibiarkan Abriman selaku KPH Kuantan Singingi," imbuhnya.
Aldiko berharap kasus ini harus diselesaikan sampai tuntas, karena di kabupaten Kuantan Singingi itu banyak wilayah-wilayah yang dimiliki orang lain tanpa izin, tanpa legalitas yang jelas, tapi dibiarkan.
Tanggapan DLHK Riau
Menjawab Aldiko terkait kewenangan seorang Abriman selaku Kepala UPT KPH Kuansing dalam mengamankan alat berat yang beroperasi di dalam hutan lindung maupun kawasan hutan, menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan provinsi Riau, DR Mamun Murod, MM melalui SubKoordinator GAKKUM DLHK Riau, Agus Suryoko, S.H., M.H mengatakan, dalam hal tertangkap tangan berdasarkan Pasal 1 Angka 19 KUHAP:
"Tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa Ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu".
"Dengan demikian, tanpa surat perintah penangkapan dapat dilakukan, dan segera menyerahkan kepada Penyidik," jelas Agus.
Dikatakan Agus, dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak mengamankan. "Sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban ketentraman dan keamanan umum wajib menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau barang bukti kepada penyelidik/penyidik," terangnya.
Terkait sanksi, Agus menjelaskan bahwa setiap orang dilarang membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Sebagaimana termaktub di Pasal 92 ayat (1) huruf a jo pasal 17 ayat (2) huruf a undang-undang RI nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana telah diubah pada paragraf 4 Pasal 37 angka 16 Undang-undang RI nomor 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang.
Ditanya jika seseorang atau oknum menghalang-halangi petugas saat bertugas, Agus Suryoko mengatakan, berdasarkan undang undang merupakan perbuatan pidana.
Dijelaskan dia, dalam Pasal 102 ayat (1) UU nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, "Orang perseorangan yang dengan sengaja menghalang-halangi dan/atau menggagalkan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan tindak pidana pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)," ungkapnya.
Tanggapan PH Abriman
Penasehat Hukum Abriman, Rizki Poliang, SH mengatakan bahwa alat berat tersebut diamankan di areal yang terindikasi Hutan Lindung Bukit Betabuh.
"Untuk membuktikan bahwa alat berada di lokasi Hutan Lindung, ini perlu proses pembuktian. Soal di situ ada kebun masyarakat dan penangkapan alat, itu adalah dua konteks hukum yang berbeda, dan itu tidak bisa dipersandingkan untuk dinafikan," ungkap Rizki.
Mnegenai perkembangan proses hukum yang sudah berjalan, menurut Rizki sejauh ini sudah dilakukan pemeriksaan terhadap para saksi.
"Dan kami menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada penyidik," ungkap Rizki.
Dinilai Arogan
Yayasan Sahabat Alam Rimba (Salamba), Ir Marganda Simamora, M.Si meminta polisi segera menindak anggota DPRD kabupaten Kuansing yang diduga telah mengintimisasi dan menghalang-halangi tugas aparatur pemerintah dengan cara-cara premanisme.
"Sebagai seorang anggota dewan, seharusnya beliau memanggil hearing pejabat terkait dan masyarakat yang komplain alat beratnya diamankan petugas kehutanan, bukan melakukan intimidasi dengan cara premanisme jalanan," ujar Marganda Simamora kepada riaueditor.com, Minggu (21/5/2023).
Terpisah, pakar lingkungan hidup sekaligus akademisi dari UIN Suska Riau, DR. Elviriadi, S,Pi, M.Si, berpendapat bahwa petugas KPH wajib mengamankan alat berat dalam kawasan hutan sesuai UU kehutanan nomor 41 tahun 1999.
"Tindakan oknum DPRD tersebut berlawanan dengan undang undang, sungguh disayangkan. Seharusnya memberi dukungan demi kebaikan dan kemaslahatan masyarakat Kuansing. Anggota dewan harus mendukung dan memback up upaya menyelamatkan kawasan hutan," tukasnya.
Tak Perlu Jalur Hukum
Zulwisman SH., MH, Dosen Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (HTN HAN) Fakultas Hukum Universitas Riau yang juga Candidat Doktor Ilmu Hukum UNAND berpendapat, arogansi secara personal yang ditunjukkan sang anggota dewan melalui video yang beredar masih dapat dikatakan satu kewajaran, pertama karena ia merupakan anggota dewan muda, dan kedua bentuk keberpihakan pada masyarakat yang ia bela.
"Saya kira konflik secara personal ini tak perlu diselesaikan melalui jalur hukum, dan sebaiknya DPRD melaksanakan fungsi pengawasan, panggil itu UPT KPH melalui Komisi yang membidangi hal tersebut, dengarkan keterangan dalam pengelolaan lahan yang diduga dalam kawasan hutan tersebut, dan Bukit Batabuh ini harus dilihat dalam konteks RTRW dan Putusan MA," jelasnya.
Dan disisi lain, katanya, kepemilikan yang sah oleh masyarakat juga harus mendapat penghormatan yang baik.
"Tapi ya itu tadi, saya lebih mendorong DPRD Kuansing melaksanakan fungsi pengawasannya, sebagai upaya menyatukan persepsi dalam hal perlindungan bukit batabuh sebagai kawasan hutan dan penegakan hukum yang sama dan berkeadilan bagi setiap pihak," imbuhnya.
"Dan disisi lain KPH sebagai UPT juga tidak boleh melampaui kewenangan yang ada sebagai UPT," tuturnya.
Terkait ini, Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) provinsi Riau, Abdul Wahid dihubungi via selulernya tidak menjawab, pesan yang dikirim via whattaps hingga berita ini ditulis juga tidak dibalas.(har)