Panggilan Hati Penyelam Relawan Lion Air yang Meninggal

Redaksi Redaksi
Panggilan Hati Penyelam Relawan Lion Air yang Meninggal
(REUTERS/Beawiharta)
Ilustrasi penyelam relawan.

JAKARTA - Syahrul Anto (48 tahun), relawan pesawat Lion Air JT-610, meninggal dunia dalam kecelakaan menyelam saat bertugas mengevakuasi penumpang di perairan Karawang. Bagaimana sosok Syahrul?

Dalam wawancara dengan CNNIndonesia.com beberapa hari sebelumnya, ia bercerita awal dirinya bergabung dalam tim relawan pesawat Lion Air yang jatuh. Pertama kali mendengar kabar tersebut, ia langsung terbang dari Yogyakarta ke Jakarta. 

"Waktu kejadian ini, saya ada di Sleman. Peralatan selam ada di Makassar. Begitu ada kabar, saya langsung berangkat ke sini (Jakarta). Alat dikirim ke sini," tutur almarhum ketika diwawancarai pada Rabu (31/10). 

Menyelam ke bawah laut bukan lah baru bagi Syahrul. Ia bergabung dalam Komunitas Indonesia Diving Rescue Team (IDRT) dan telah mengantongi sertifikat menyelam dari CSMAS-Possi.

Syahrul kerap ikut serta dalam evakuasi ke bawah laut bersama rekan-rekannya di IDRT yang membantu kerja Badan Sar Nasional (Basarnas). Pekerjaan ini dilakoninya secara sukarela. Tanpa bayaran. 

Sebelum terlibat dalam evakuasi penumpang Lion Air JT-610 yang jatuh, Syahrul juga pernah terlibat dalam misi pencarian korban dan bangkai pesawat AirAsia yang jatuh pada 2014 lalu.

Ketika itu, ia menghabiskan 14 hari di atas kapal untuk melakukan evakuasi. Perjuangan itu berbuah manis, saat ia dan rekan-rekannya berhasil membawa 24 kantong jenazah. Tak cuma itu, ia dan rekan-rekannya juga sukses menemukan bangkai pesawat. 

Dalam wawancara itu, Syahrul belum mendapat giliran menyelam. Ia hanya mendampingi tim penyelam di KN Sadewa milik Basarnas. "Kalau pun saya tidak diturunkan, minimal saya bisa berbagi pengalaman yang tempo hari saat turun di Karimata," imbuh almarhum yang dikenal sering mengenakan kacamata hitam.

Panggilan Hati 

Bagi Syahrul, menjadi relawan adalah panggilan hatinya. Bukan untuk mencari kepuasan batin. Toh, kenyataannya, ia tak pernah merasa puas, meski tugasnya telah tuntas. 

"Seiring berjalannya usia, rasa kemanusiaan muncul. Ingin ilmu yang saya punya bisa berimbas ke yang lebih luas saja. Tidak untuk diri sendiri," ujarnya. 

Tak cuma menolong dengan penyelaman bawah laut, panggilan hati Syahrul juga sempat membawa kakinya melangkah ke Palu saat gempa mengguncang.

"Sebelum dari sini, dia di Palu. Dia ada dari hari pertama kejadian (gempa Palu)," kata Pemimpin IDRT Bayu Wardoyo di Dermaga JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (3/11). 

Syahrul dikenal sebagai seorang yang ramah. Di mata Bayu, Syahrul memang seorang yang suka menolong. Ia tercatat beberapa kali membantu kecelakaan di laut. 

"Dia salah satu orang yang cukup lama. Itu hampir tiga minggu. Dia salah satu orang yang paling banyak ngangkat jenazah malah," ucapnya mengenang.

Kini, Syahrul tidak bisa lagi memenuhi panggilan hatinya setelah kecelakaan menyelam merenggut nyawanya. Saat itu, ia dalam tugas mengevakuasi penumpang Lion Air JT-610. 

Kecelakaan menyelam terjadi pada Jumat (2/11) sekitar pukul 17.00 WIB. Tim SAR dan pasukan katak yang ada di kapal karet dengan sergap menolong dan melarikan Syahrul ke RSUD Koja. 

Namun, nyawa penyelamat itu tak tertolong. Tim dokter yang menangani menyebut Syahrul meninggal dunia pukul 22.30 WIB. Selamat jalan Syahrul!

(cnnindonesia.com)


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini