20.000 Ton Beras Bulog Dibuang karena Rusak, Kok Bisa Sih?

Redaksi Redaksi
20.000 Ton Beras Bulog Dibuang karena Rusak, Kok Bisa Sih?
(CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Beras Bulog

JAKARTA -  Tindakan itu dilakukan karena mutu beras telah menurun sehingga tak layak dikonsumsi. Kenapa beras Bulog sampai dibiarkan rusak?

Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan ketentuan pelepasan CBP sudah diatur dalam Permentan 38/2018 tentang pengelolaan cadangan beras pemerintah. Ia menyebut beras-beras itu tak benar-benar dimusnahkan, melainkan diolah menjadi produk lain seperti tepung, pakan ternak, atau ethanol.

"Beras [disposal stock] bukan untuk dibuang. Tidak. Kita bicara soal pangan. Jadi beras sesuai keputusan Mentan 38, ada aturannya menghitung umur beras. Barang mati saja ada penyusutan, mobil, meja, ada perhitungan penyusutan, apalagi pangan," kata Buwas di kantor Bulog, Jakarta, Selasa (3/12/2019).

Mengutip Permentan 38/2018 pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa pelepasan CBP dilakukan apabila CBP telah (a) melampaui batas waktu simpan paling sedikit 4 bulan dan atau (b) berpotensi atau mengalami penurunan mutu.

Pada Pasal 4 Permentan tersebut, disebutkan bahwa CBP yang berpotensi atau mengalami penurunan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b jika memenuhi kriteria paling sedikit derajat sosoh di bawah ambang batas minimum serta butir patah dan kadar air di atas ambang batas maksimum.

"Kita simpan beras pangan ada batas waktunya, tidak mungkin kita yakini tidak akan berubah [penurunan mutu]," kata Buwas.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kualitas beras Bulog menurun. Pertama, beras disimpan terlalu lama di gudang. Hal ini berhubungan dengan terhambatnya distribusi beras Bulog dalam beberapa tahun terakhir.

Tahun 2017 Bulog menjadi penyalur program beras sejahtera (rastra). Namun, seiring bergantinya program rastra ke program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), perlahan alokasi beras Bulog menjadi berkurang drastis.

BPNT tak sepenuhnya memakai beras Bulog sebagaimana program rastra. Hal ini kemudian membuat beras CBP tertahan di gudang. Bulog hanya bisa mengeluarkan beras CBP melalui penugasan pemerintah.

"Kemarin Juni 2017 ada uji coba BPNT, alokasi rastra berkurang. Kemudian 2019 terakhir, rastra berhenti. Ini persoalan juga. Artinya ngga berjalan setelah ada transformasi dari rastra ke BPNT [...] dari awal 2,3 juta ton sekarang menjadi 300 ribu ton dan beras itu barang mudah rusak," kata Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog, Tri Wahyudi Saleh.

Faktor bencana alam turut mempengaruhi kualitas beras Bulog sehingga harus 'dibuang' dari gudang. Tri mengaku beras yang tersimpan di gudang Bulog di suatu daerah pernah terkena dampak banjir. "Kita pernah kebanjiran, kalau banjir itu kita lelang, tapi masih ada harganya, tidak ada yang benar-benar nol," kata Tri Wahyudi. 

(cnbcindonesia.com)


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini