25 sampel makanan yang mengandung pemanis buatan dan kerap ditemui di sekitar kita diperlihatkan di kantor YLKI, Jakarta, Jumat (11/10/2019).(KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA)Namun, gula murni itu sebetulnya diganti menjadi pemanis buatan. Hal tersebut tertera sangat kecil di belakang produk.
"Untuk konsumen yang punya sensitivitas terhadap berat badan, mereka akan tertarik dengan makanan dan minuman yang sugar free ini. Padahal gula biasa itu diganti dengan pemanis buatan. Tapi tulisannya kecil sekali, tidak menarik perhatian konsumen untuk membaca," kata dia.
Tulus mengatakan, 25 sampel makanan yang kerap ditemui di warung itu, bukan tidak mungkin dikonsumsi oleh masyarakat yang memiliki penyakit gula atau diabetes. Pun balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Padahal, kelompok orang-orang itu sangat rentan terhadap gula, apalagi pemanis buatan.
"Misalnya produk thai tea. Zaman sekarang mana ada yang enggak kenal thai tea. Ibu hamil dan ibu menyusui berpotensi mengkonsumsi. Snack-snack juga berpotensi dikonsumsi oleh anak-anak," papar Tulus.
Sebagian masyarakat yang telah mengetahui label ini juga mengatakan hal serupa.
Mereka bilang, cetakan label terlalu kecil, tersembunyi, tidak ditandai secara khusus, tidak menarik perhatian, kalah bombastis dengan klaim produk, dan terkesan tidak niat membuat informasi.
"Produsennya tidak menunjukkan itikad baik pada konsumen. Rekan Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) juga tidak proaktif. Harusnya bisa melakukan pengawasan terhadap label-label itu. Itu tidak informatif," pungkasnya.
(kompas.com)