Setara Institute Laporkan Sejumlah Oknum Pejabat PTPN V Riau ke KPK

Redaksi Redaksi
Setara Institute Laporkan Sejumlah Oknum Pejabat PTPN V Riau ke KPK
Perwakilan Kopsa M Kabupaten Kampar didampingi Setara Institute, usai melaporkan kasus korupsi yang diduga melibatkan oknum pejabat PTPN V ke KPK. (f: istimewa)

JAKARTA - Setara Institute bersama perwakilan petani Sawit Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Selasa (25/05/21), melaporkan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang diduga dilakukan oleh sejumlah pejabat PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V), di Gedung KPK, Jakarta.

"Dugaan tindak pidana korupsi ini terjadi ketika PTPN V Riau bekerjasama dengan Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) melakukan pembangunan kebun plasma dengan pola Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) di tahun 2003," sebut juru bicara Setara Institute, Disna Riantina, melalui siaran persnya dilansir dari riausiberindo.co, Selasa (25/5/2021).

Disebutkan, kejadian berawal ketika pembangunan kebun pertama kali dilakukan dengan biaya uang negara (PTPN V), kredit ke Bank Agroniaga dan kredit ke Bank Mandiri.

"Selain dugaan korupsi pembangunan kebun, PTPN V juga membiarkan aset negara 500 hektare. Tanah, yang seharusnya menjadi kebun inti milik negara, beralih kepemilikan secara melawan hukum," ungkap Disna.

Mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan fakta peristiwa, maka Setara Institute menyimpulkan bahwa, seharusnya negara melalui PTPN V memiliki kebun inti seluas 500 ha yang diperoleh dari Kopsa-M. Namun, lahan tersebut malah dibiarkan dan sengaja tidak dibukukan sebagai kekayaan negara sehingga beralih kepemilikan dan menimbulkan kerugian Negara.

"Akibat tindakan ini negara dirugikan kurang lebih Rp134 miliar, yang dihitung dari harga lahan yang beralih dan penghasilan kebun selama 14 tahun," kata Disna.

Pembangunan kebun untuk pertama kalinya dibiayai oleh PTPNV, yang jika mengacu pada nilai nominal yang tertuang dalam Surat Pengakuan Utang berdasarkan Surat dari Bank Agroniaga No. 53/Dir.01-OL/XI/2005 tertanggal 17 November 2005, adalah Rp13.272.960.400.

"Artinya, PTPN V dengan menggunakan uang Negara senilai sebagaimana dimaksud membangun kebun terlebih dahulu, terbukti kebun dibangun dimulai tahun 2003 dan pengakuan utang terjadi di 2005," sambungnya.

Dijelaskannya, dihitung sejak tahun 2003-2013 (sebelum di-take-over Bank Mandiri) pembangunan kebun plasma KKPA, telah menggunakan uang Negara dan/atau kekayaan Negara dalam bentuk modal awal pembangunan sebesar lebih kurang Rp79 miliar, maka, kerugian Negara yang ditimbulkan akibat tata kelola perkebunan yang tidak akuntabel ini, berjumlah Rp79 miliar.

Tak hanya itu, kerugian tersebut kembali membengkak menjadi Rp83 miliar melalui proses take over oleh Bank Mandiri yang secara jelas menunjukkan adanya selisih sejumlah Rp4 miliar tanpa kejelasan.

Kerugian ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2023 mendatang ketika masa kredit berakhir dengan nilai kerugian Negara sebesar Rp182.980.600.000.

"Dengan demikian, pembiaran lahan dan kesengajaan tidak membukukan pemberian lahan kebun inti seluas 500 ha oleh PTPN V dan tata kelola biaya pembangunan kebun yang tidak akuntabel menimbulkan total kerugian sebesar Rp134.000.000.000 + Rp182.980.600.000 = Rp316.980.600.000 (Tiga Ratus Enam Belas Miliar Sembilan Ratus Delapan Puluh Juta Enam Ratus Ribu Rupiah)," rincinya.

Tata kelola keuangan pinjaman dari bank yang masuk melalui rekening PTPN V adalah masuk dalam rumpun keuangan negara, yang semestinya penggunaan dan pertanggungjawabannya tunduk pada Hukum Keuangan Negara dan Hukum Perikatan terkait dasar pengajuan pinjaman dan peruntukannya.

Selain itu, lanjut Disna, PTPN V juga diduga melakukan penggelembungan biaya pengelolaan kebun yang tidak wajar, penggelembungan utang yang kemudian ditimpakan kepada petani anggota koperasi. Modus yang dijalankannya sangat mungkin melibatkan oknum-oknum di Bank Agroniaga dan Bank Mandiri Cabang Palembang.

Organisasi besutan Hendardi, yang mantan Anggota Panitia Seleksi Komisioner KPK, menelaah berapa tindakan melawan hukum yang menimbulkan kerugian negara sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 UU 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, tergambar pada unsur perbuatan hukum yang berupa kesengajaan dan kelalaian pada seluruh proses tata kelola biaya pembangunan kebun dan pemanfaatan lahan yang diserahkan oleh Kopsa-M.

Terkait laporan ke KPK ini, pihak PTPN V belum dapat memberikan komentar. Direktur Utama PTPN V Jatmiko Krisna Santosa menyerahkan ke Sekretaris Perusahaan Bambang maupun Humas, yang kemudian dikonfirmasi media belum memberikan keterangan. 

(sumber: riau.siberindo.co)


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini