"SEPERTI tiada akhir, saban tahun hutan dan lahan di Riau dilanda kebakaran hebat. Tercatat kebakaran besar sejak awal tahun 1980-an telah menimbulkan kerugian ekonomi maupun kerusakan ekosistem yang amat besar. Asap yang ditimbulkan mencemari udara, merusak kesehatan manusia dan menghambat sektor perhubungan. Kecuali itu ada dampak sosial kebakaran hutan dan lahan yaitu ketidaknyamanan dan hilangnya hari kerja dan hari belajar siswa."
PEKANBARU, Riau Editor - Dampak kebakaran hutan dan lahan tidak hanya terasa di Indonesia, tetapi juga mempengaruhi negara tetangga di Asia Tenggara. Sebagai contoh asap yang ditimbulkan kebakaran tahun 1997 menyebar ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Filipina. Kerugian regional (Indonesia, Malaysia dan Singapura) pada saat itu diperkirakan mencapai US$ 4,4 milyar.
Pada tahun 2003 Bapedalda Provinsi Riau mengumumkan 10 perusahaan besar pembakar hutan dan lahan yang menyebabkan bencana asap sangat parah. Ke-10 perusahaan tersebut adalah PT Arara Abadi, PT Eka Dura Indonesia, PT Surya Dumai Agrindo, PT Mapala Rabda - KTH Tuah Sekato (sekarang Sekato Pratama Makmur), PT Mapala Rabda-KTH-Usahas Baru (sekarang PT Bukit Batu Hutani Alam), PT Selaras Abadi Utama, PT Alam Sari Lestari, PT Guntung Hasrat
Makmur, PT Multi Gambut Industri, serta PT Jatim Jaya Perkasa.
Bencana asap yang terjadi di pertengahan 2003 lalu, hingga saat ini masih menyisakan cerita yang belum tuntas. Hal ini terutama dirasakan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Riau dan Jikalahari.
Mereka adalah kelompok masyarakat pecinta lingkungan yang menggugat 32 perusahaan kehutanan dan perkebunan di Provinsi Riau ke meja hijau. Pada saat yang sama mereka juga mengajukan tuntutan kepada 6 pemerintah kabupaten dan kota serta Pemerintah Provinsi Riau yang dianggap ikut bertanggung jawab dengan masalah asap tadi.
Ke-32 perusahaan yang menjadi sasaran gugatan Walhi dan kawan-kawan adalah PT. Arara Abadi, Rokan Permai Timber, Essa Indah Timber, Sumatera Sinar Plywood Industri (SRL,red), Hamidah Hamidi, Bumi Reksa Nusa Sejati, Guntung Hasrat Makmur, Inecda, dan PT. Alam Sari Lestari.
Selain itu ada PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Siak Raya Timber, Sri Buana Dumai, Multi Gambut Industri, Duta Palma Nusantara, National Timber Industri, Kencana Amal Tani, Mapala Rabda (SPB, BBHA.red), Mandau Abadi, Inhutani IV, Musim Mas, Rimba Rokan Hulu, Agro Raya Gema Trans, Kulim Company, Langgam Inti Hibrindo, Pusaka Megah Bumi Nusantara, Surya Bratasena Plantation, Panca Surya Agrindo, Adei Crumb Rubber, Inti Prona, Perawang Lumber Industri, Rimba Rokan Lestari, serta PT. Surya Dumai Agrindo.
Sementara pemerintah kabupaten/kota yang ikut digugat pada saat yang sama adalah Pemerintah Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hilir, Kampar, Kepulauan Riau, Kota Batam, serta Pemerintah Provinsi Riau. Seluruh materi gugatan telah masuk ke pengadilan bahkan sudah dilalui beberapa kali masa persidangan.
Bagi kelompok ini, kebusukan bencana asap di tahun 2003 itu masih sangat terasa sebab gugatan mereka terhadap ke-32 perusahaan dan 6 pemerintah daerah itu belum tuntas, meskipun kepulan asap yang menjadi bencana tahunan itu telah silih berganti oleh asap yang muncul pada bulan dan tahun berikutnya. Perjuangan mereka untuk memperoleh keadilan terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab atas bencana asap di tahun 2003 itu justru menemui jalan buntu.
Banyak pihak yang meragukan keseriusan Pemerintah Provinsi Riau dalam upaya menuntaskan proses hukum 10 perusahaan yang dipublikasikan Bapedalda Provinsi Riau yang diduga kuat melakukan pembakaran hutan dan lahan tahun 2003 lalu, sementara di tahun 2004 kembali Bapedalda mengumumkan 15 perusahaan yang diduga kuat melakukan pembukaan lahan dengan jalan membakar.
Koordinator Jikalahari Muslim berpendapat, dalam hal ini pemerintah tidak memiliki keseriusan untuk mengadili perusahaan yang telah diduga kuat melakukan pembakaran hutan dan lahan, hal ini berdampak buruh tidak adanya efek jera bagi pelaku pembakaran hutan dan lahan baik yang didalangi swasta mau pun masyarakat perorangan.
Asapnya Mirip Erupsi Gunung Sinabung
Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) cukup parah terjadi di Kecamatan Teluk Meranti pada Rabu (12/2/2014). Karhutla itu meliputi areal PT Arara Abadi, kebun masyarakat, dan areal konservasi.
"Kalau dibilang parah, ya cukup parah. Bayangkan saja asap dan debunya hampir mirip dengan erupsi gunung Sinabung," terang Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pelalawan, Abu Bakar FE kepada wartawan melalui ponselnya, Kamis (13/2).
Dijelaskannya, Karhutla di kawasan wisata Ombak Bono Sungai Kampar ini mencapai 23 titik. Namun luas areal terbakar belum diketahui hingga sekarang. Selain sulit menghitung, titik api juga terbentang dari satu tempat dan berjarak agak jauh ke titik api selanjutnya. "Memang posisi Karhutla itu jauh dari desa dan permukiman penduduk," tambahnya.
Dari 23 titik kebakaran, kebanyakan terdapat di areal Hutan Tanaman Industi (HTI) PT Arara Abadi serta lahan kosong yang masih masuk dalam areal perusahaan penghasil kayu itu. Hanya sebagian kecil dari lahan terbakar merupakan hutan lindung dan kebun masyarakat.
Siswa Diliburkan, Penerbangan Terganggu
Bupati Pelalawan, HM Harris menyampaikan secara khusus jika seluruh siswa di Pelalawan diliburkan hingga Selasa (25/2), mulai tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat.
Kebijakan libur itu diambil menyusul semakin parahnya kabut asap di Pelalawan. Hingga penetapan status darurat asap beberapa hari yang lalu dan berlaku sampai Tanggal 25 Februari.
"Semua sekolah diliburkan. Karena asap berbahaya bagi anak-anak dan pelajar hingga status darurat selesai. Kita lihat perkembangan nanti, bagaimana kelanjutannya," tukas Harris.
Bupati Harris juga mengimbau seluruh perusahaan turut aktif dan cekatan, membantu tim gabungan untuk memadamkan api. Sebab lokasi Karhutla kebanyakan berdekatan dengan areal perusahaan baik perkebunan maupun Hutan Tanaman Industri (HTI).
Sementara di Pekanbaru sejak Kamis (20/2) hingga Sabtu (1/3) sejumlah siswa di Pekanbaru diliburkan karena kabut asap tersebut yang kian parah. Jumlah titik api/titik panas (hotspot) di Provinsi Riau hingga Senin (24/2/2014) semakin dahsyat mencapai 1.234 titik. Ini rekor hotspot yang fantastis dalam sejarah terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Riau.
Menurut keterangan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru Sugarin, di Pulau Sumatera hari ini Senin (24/2) pukul 07.00 WIB, jumlah hotspot mencapai 1.398 titik di mana 1.234 titik di antaranya berada di Provinsi Riau.
Jumlah hotspot terbanyak di Riau hari ini berada di Kabupaten Bengkalis sebanyak 515 titik, menyusul Kabupaten Siak 208, Kepulauan Meranti 141 titik, Dumai 126 titik, Pelalawan 118 titik, Indragiri Hilir 74 titik, Rokan Hilir 48 titik, Indragiri Hulu 4 titik dengan tingkat kepercayaan terjadi kekakaran 81-100 persen adalah 641 titik.
"Cuaca di Riau pada umumnya cerah berawan serta diselimuti kabut asap dengan jarak pandang pada pukul 07.00 WIB 500 meter," kata Sugarin.
Dari pengamatan wartawan di bandara SSK II Pekanbaru Senin pagi tadi (24/2) mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 09.50 WIB sejumlah penerbangan di bandara Sultan Syarif Kasim II (SSK II) Pekanbaru lumpuh, 12 penerbangan ditunda (delay) dan dialihkan (divert) ke tempat lain.
Penerbangan yang ditunda yakni Garuda Indonesia Airways (GIA) dari Jakarta-Pekanbaru, dan Lion Air Jakarta-Pekanbaru. Sementara maskapai penerbangan City Link dari Jakarta-Pekanbaru dialihkan ke bandara lain. Sementara Silk Air dari Singapura-Pekanbaru dibatalkan. Lion Air dari Batam-Pekanbaru ditunda.
Kemudian dari pantauan alat pencatat kualitas udara Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) di depan Kantor Wali Kota Pekanbaru kualitas udara Pekanbaru hari ini Senin (24/2) pukul 07.00 WIB Tidak Sehat.(har/mp/jul)