Ekonomi Nyungsep Gegara Corona, PHK Bertambah di Mana-mana

Redaksi Redaksi
Ekonomi Nyungsep Gegara Corona, PHK Bertambah di Mana-mana
CNBC Indonesia/Aristya Rahadian Krisabella

JAKARTA - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) adalah sebuah tragedi kesehatan dan kemanusiaan. Namun pandemi ini juga bisa membikin dapur jutaan orang tidak bisa mengebul.

Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah pasien positif corona per 27 April 2020 mencapai 2.878.196 orang. Dari jumlah tersebut, 198.668 orang meninggal dunia (tingkat kematian/mortality rate 6,9%).

Pasien dan korban jiwa akibat virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini semakin banyak. Namun 'korban' virus corona di luar aspek kesehatan ternyata jauh lebih banyak.

Penyebaran virus corona yang luas dan cepat membuat pemerintah bereaksi dengan membatasi mobilitas dan interaksi masyarakat. Pabrik dan kantor ditutup, sekolah diliburkan, restoran tidak menerima makan-minum di tempat, dan sebagainya. Pokoknya segala aktivitas yang membuat orang berkumpul (apalagi dalam jarak dekat di ruangan tertutup) menjadi tabu.

Di satu sisi, pembatasan sosial (social distancing) ini berhasil menyelamatkan nyawa. Terbukti kasus baru semakin menunjukkan tren penurunan.

Namun di sisi lain, social distancing membuat ekonomi menjadi mati suri. Akibatnya, jutaan orang kehilangan pekerjaan, jadi 'korban' Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Data terbaru di Prancis menunjukkan jumlah pengangguran pada Maret 2020 adalah 3,48 juta jiwa. Bertambah 243.000 dibandingkan bulan sebelumnya, dan menjadi kenaikan bulanan tertinggi sejak 1996.

Sementara di Jepang, tingkat pengangguran pada Maret 2020 adalah 2,5%. Ini menjadi yang tertinggi sejak Maret tahun lalu.

Jumlah penganggur di Negeri Matahari Terbit bulan lalu tercatat 1,76 juta orang. Naik 20.000 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

"Kondisi pasar tenaga kerja sepertinya akan lebih buruk pada April, Maret adalah awal dari penurunan. Tidak diragukan lagi, jumlah penganggur akan naik dan lapangan kerja menyusut pada April," tegas Atsushi Takeda, Kepala Ekonom Itochu Research Institute, sebagaimana diberitakan Reuters.

CNBC Indonesia/Andrean Kristianto

Sayangnya, mungkin Takeda benar. Jajak pendapat yang dilakukan Reuters terhadap lebih dari 500 ekonom menunjukkan bahwa proyeksi ekonomi ke depan memang suram.

Sekitar 56% responden memperkirakan pemulihan ekonomi global setelah diterpa pandemi virus corona akan berbentuk huruf U (U-Shaped). Artinya ekonomi akan nyungsep, lalu bertahan di titik nadir cukup lama, baru kemudian menanjak lagi.

Median dari survei tersebut memperkirakan ekonomi global akan terkontraksi (tumbuh negatif) -2% pada 2020. Lebih dalam ketimbang hasil survei serupa tiga pekan sebelumnya yaitu -1,2%.

"Ekonomi global kolaps dalam kecepatan yang tidak pernah terjadi sejak Perang Dunia II. Aktivitas ekonomi memang sudah mulai dibuka lagi, tetapi bertahap. Apalagi vaksin belum tersedia secara massal. Oleh karena itu, sepertinya proses pemulihan ekonom global lebih ke U-Shaped ketimbang V-Shaped," papar Michael Hanson, Ekonom Seniot JPMorgan, seperti dikutip dari Reuters.

Jika situasi terus memburuk dan berlangsung lama, Dana Moneter Internasional (IMF) memberi wanti-wanti bahwa keresahan sosial (social unrest) adalah risiko yang snagat nyata. Terutama jika masyarakat menilai dukungan pemerintah dirasa kurang atau lebih memihak pengusaha. "

Jika krisis akibat pandemi ini tidak diatasi dengan baik, apalagi sampai ada pandangan bahwa bantuan pemerintah tidak memadai, maka Anda akan melihat keresahan sosial," tegas Gita Gopinath, Kepala Ekonom IMF, dalam wawancara dengan Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini