Beberapa kali keinginan saya terlewatkan menyinggahi gedung ini. Akhirnya saya putuskan untuk menemui pimpinan pengelola gedung Museum Manggala Wanabakti, Lestari Kissoerbekti, S.Sos, menimbang pentingnya informasi tentang kehutanan Indonesia yang sebagian bisa diperoleh masyarakat dengan mengunjungi museum ini.
[caption id="attachment_2453" align="alignleft" width="250"]
Lestari Kissoerbekti, S.Sos[/caption]
Jakarta(riaueditor)- Dijelaskan oleh Lestari Kissoerbekti, Museum Manggala Wanabakti memiliki 736 artifak mengenai gambaran sejarah kehutanan. Artifak-artifak tersebut ditampilkan di dalam dan di luar gedung. Artifak yang terdapat di dalam gedung disusun dalam 9 vitrin, dan 5 diorama tipe hutan di Indonesia.
Sesuai namanya, Museum Kehutanan Nasional Manggala Wanabakti berisikan koleksi artifak kehutanan di tanah air. Awal berdirinya Museum Kehutanan digagas sejak tahun 1970-an oleh bapak Menteri Kehutanan yang pertama, Sujarwo, ketika kementerian kehutanan dibawah naungan Departemen Pertanian RI, disebut direktorat jenderal (Ditjen) Kehutanan. Kantornya antara lain ada di Bogor dan Salemba.
Museum Kehutanan ini termasuk yang terlengkap dan mudah dijangkau,
selain di dalam gedung, di luar gedung pun terdapat banyak jenis pohon. “Di sekitar gedung ini juga terdapat sekitar dua ratusan jenis tanaman hutan yang ditanam pada saat Kongres Hutan Sedunia ke-8 pada tahun 1978. Yang menanam juga delegasi utusan Negara-negara peserta waktu itu,” ungkap lestari.
Di bagian dalam museum, dapat ditemukan koleksi berupa berbagai jenis kayu yang dapat ditemukan di hutan-hutan di Indonesia, seperti kayu jati, kayu meranti, dan lain-lain. Dapat ditemukan pula berbagai jenis benda-benda produksi kehutanan. terdapat pula bagian yang menghimbau manusia agar menjaga dan melestarikan keberadaan hutan di tanah air.
Dijelaskan Lestari, Gedung Manggala Wanabakti terdiri dari beberapa Blok, ada Blok Kementerian Kehutanan, ada Blok untuk ruangan pertemuan, ada yang disewakan, untuk kegiatan olahraga, bahkan pusat untuk uji kehatan.
“Dan disini blok VI adalah dikhususkan untuk fungsi sosial. Ada museum, ada Perpustakaan yang kesemuanya terkait dengan ilmu kehutanan,” imbuhnya.
Museum Kehutanan Nasional Manggala Wanabakti diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 24 Agustus Tahun 1983, bersamaan dengan peresmian gedung Manggala Wanabakti. untuk tanah dan gedung ini milik Negara, tapi dikelola oleh yayasan Sarana Wana Jaya, yayasan milik departemen kehutanan. Yayasan sendiri membentuk badan pengelola gedung.
“Nah, khusus gedung museum ini dikelola oleh Badan Pengelola Gedung Museum dan Perpustakaan,” tuturnya.
Pada awal tahun 2012 ini ada kebijakan dari pemerintah melalui Keputusan Presiden, bahwa semua gedung milik Negara harus dikelola oleh Negara juga. Maka sejak serah terima pada juli 2012 kemarin gedung ini tidak lagi dibawah Yayasan tapi langsung dikelola oleh Kementerian Kehutanan.
“Kepresnya disahkan pada Januari 2012, tapi serah terima dari Yayasan ke Kementarian baru bulan Juli, kan perlu proses ya,” ucap Lestari.
Fungsi Museum Kehutanan
Lestari menerangkan, Museum itu fungsinya adalah untuk memberikan informasi tentang kehutanan, untuk pendidikan juga penelitian, dan juga untuk rekreasi.
Seperti pengunjung anak-anak mereka umumnya menikmati rekreasi, bersenang-senang, karena mereka belum sampai ke penelitian. Namun, baru sebatas pendidikan dengan melihat keanekaragaman yang ada di dalam museum. Mereka secara tidak langsung mendapatkan informasi, misalnya dengan melihat badak bercula dua yang hanya ada di sumatera. Secara tidak sadar apa yang dipamerkan disini memberikan informasi untuk menambah pengetahuan mereka, jelasnya.
Kita harapkan ini adalah semacam gambaran bagi yang pada umumnya belum sampai ke hutan, tidak mengerti permasalahan hutan, bagaimana pengelolaan hutan itu sampai menghasilkan kayu yang baik, tentu ada penelitiannya. Gambarannya ada di museum mulai dari perencanaan, inventarisnya, ada alat-alatnya sampai ke alat angkut hingga ke pengembangannya, sampai ke hasil hutan jenis-jenis kayu non kayu dan hasil sampingannya, keliling sesuai arah jarum jam, terang Lestari menjelaskan lebih rinci.
Kita punya artifak jumlahnya sampai 700-an, artifak itu benda-benda yang dipamerkan di museum, hanya saja tidak semuanya dipamerkan, tapi secara bergantian (
rotasi) agar semuanya bisa dipamerkan walau ada yang permanen.
“Kita juga ikut aAsosiasi Museum Indonesia dan melaksanakan pameran temporer, seperti pameran primata, dengan memberikan contoh-contoh bermacam-macam primata. Museum ini menjadi tujuan wisata DKI, kita mendapat nomor urut 31 dari sekitar 47 Museum yang ada di Jakarta, dan sudah terdaftar di Dinas Pariwisata DKI, yang kemudian menjadi kunjungan baik mahasiswa maupun pelajar,” ulasnya.
Memang terkadang pengunjung banyak yang tidak tahu disini ada museum. Pada waktu dulu Setiap tahun kan ada penerimaan kalpataru, setiap tahun dibawa ke Jakarta dan dibawa mampir kesini. Dan kita bisa sharing dengan seluruh kearifan tradisional, pengalaman mereka menjadi masukan juga bagi kami.
Ini masa peralihan, setelah sekian lama dikelola yayasan, kemaren kita beri masukan apa saja kebutuhan Museum. “Jadi nanti 2013 baru kita mulai dan kementerian sekarang sudah cukup tanggap, kalau ada kunjungan luar negeri, museum salah satu milik kementerian yang menjadi perhatian. Mudah-mudahan 2014 bisa lebih maju lagi, harapnya.
Dilanjutkan Lestari, pada bulan April lalu tamu perwakilan Korea mengunjungi museum, sempat meninjau koleksi Jati Nasional. Museum baru saja menambahkan satu koleksi Jati Unggul Nasional dari Magetan, Jawa Timur. Jati umur 5 tahun dengan diameter 22cm sudah bisa diambil hasilnya, “Nah mereka bilang di Korea ini umurnya mencapai 20 tahun,” ujar Lestari.
Lestari mengingatkan bahwa Museum sangat harus dibantu, terutama kalangan masyarakat yang cinta hutan guna memperkaya informasi, pengetahuan, dengan cara memperkaya koleksi Museum, tutupnya.(
Harijal Jalil)