JAKARTA - Pengumuman kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis bensin Pertalite dan Solar subsidi saat ini masih ditunggu banyak masyarakat di Indonesia.
Meski belum ada pengumuman resmi dari pemerintah, namun hampir seluruh fraksi di DPR menolak jika harga BBM bersubsidi dinaikkan.
Dari sembilan fraksi yang ada di DPR, enam fraksi menyatakan menolak jika BBM dinaikkan. Mereka yang menolak di antaranya Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Adapun mereka yang abstain yakni Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Serta satu yang setuju yakni Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
Berikut pandangan para anggota DPR dari sembilan fraksi tentang kenaikan harga BBM bersubsidi:
1. Gerindra
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade mengungkapkan partainya tidak ingin ada kenaikan harga BBM bersubsidi. Pernyataan Andre tersebut merupakan perwakilan sikap dari Fraksi Gerindra.
"Berdasarkan instruksi Ketua Fraksi Gerindra, sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani, kami Fraksi Gerindra tidak ingin ada kenaikan harga BBM. Kami mengusulkan kepada pemerintah, harapan kami, jangan ada kenaikan BBM. Kasihan masyarakat," jelas Andre saat melakukan rapat kerja dengan Komisi VI DPR dengan Menteri BUMN Erick Thohir pekan lalu, dikutip Rabu (31/8/2022).
Konsumsi BBM bersubsidi jenis Pertalite, kata Andre tahun ini diproyeksikan akan mencapai 28 juta kilo liter (kl). Sementara itu, kuota yang ditetapkan pemerintah pada tahun ini hanya 23,05 juta kiloliter dan diprediksi akan habis pada September 2022.
Untuk mengatasi hal tersebut, Andre mengatakan, dirinya sejak jauh-jauh hari telah meminta pemerintah menambah kuota Pertalite. Sejalan dengan itu, dia mengatakan perlunya pemerintah segera menerbitkan aturan pengendalian agar distribusi Pertalite lebih tepat sasaran.
2. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR Mulyanto, sekaligus anggota Komisi VII DPR, meminta agar pemerintah tidak perlu menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Sebab harga minyak dunia yang sekarang masih di bawah besaran asumsi makro yang tercantum dalam APBN 2022 yaitu sebesar US$ 100 per barel, sehingga seharusnya APBN 2022 masih dapat menutupi kebutuhan subsidi BBM hingga akhir tahun 2022," tutur Mulyanto melalui siaran resminya, Rabu (31/08/2022).
Karena saat pembahasan revisi APBN 2022, dasarnya adalah perubahan harga minyak mentah Indonesia atau ICP (Indonesia Crude Price) dari US$ 63 per barel menjadi US$ 100 per barel.
"Jadi selama harga minyak mentah dunia berada dalam rentang 100 dolar Amerika per barel, maka tidak ada urgensi bagi Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi tersebut," terang Mulyanto.
3. Partai Demokrat
Anggota Komisi VII Fraksi Demokrat Sartono Hutomo memandang pemerintah tidak perlu menaikkan BBM bersubsidi jika bila kebocoran subsidi yang selama ini terjadi dibenahi secara maksimal.
Sartono menilai pemerintah belum menjalankan langkah konkrit dengan mencegah kebocoran subsidi BBM yang lari ke sektor industri besar.
"Apabila kebocoran ini ditekan, maka harga BBM tidak perlu dinaikkan," tegas politisi Partai Demokrat itu. Ia mengingatkan, dampak kenaikan harga BBM akan menciptakan efek berantai terutama peningkatan inflasi. Apalagi, harga barang kebutuhan pokok sudah naik," jelas Sartono melalui siaran resminya.
"Harga-harga sudah naik, BPS dan BI mencatat kenaikan harga pangan telah menyentuh 10%. Inflasi diprediksi dapat menyentuh 7%-8% bila harga BBM mencapai Rp 10.000. Inflasi akan menurunkan daya beli rakyat dan angka kemiskinan berpotensi meningkat," kata Sartono melanjutkan.
4. Partai Golongan Karya (Golkar)
Anggota Komisi XI Fraksi Golkar Misbakhun juga salah satu perwakilan Fraksi Golkar yang menolak jika harga BBM subsidi dinaikkan.
Karena menurut Misbakhun, ongkos dari pemerintah saat ini yang telah mencapai Rp 502,4 triliun untuk menahan harga BBM bersubsidi sudah terbilang mahal.
"Saya termasuk belum setuju BBM dinaikkan, karena mengingat BBM kita sudah disubsidi. Jika menggunakan harga kekinian untuk BBM subsidi akan memberikan masyarakat kelas menengah ke bawah. Sehingga kalau terjadi lonjakan konsumsi akan berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi," jelas Misbakhun saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (31/8/2022).
Pasalnya, kata Misbakhun motor pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi. "Jangan sampai menaikan pertumbuhan ekonomi tertekan karena inflasi," ujarnya.
Menurut Misbakhun, saat ini adalah momentum bagi pemerintah dan badan usaha untuk memperbaiki penyaluran BBM subsidi dari hulu ke hilir.
Karena pengguna BBM bersubsidi juga banyak dikonsumsi oleh nelayan, petani, dan digunakan dalam alat pertanian dan mesin produksi UMKM, yang selama ini memberikan dampak ke pertumbuhan ekonomi.
"Ada rakyat kecil yang naik motor, kalau jadi dinaikkan dampaknya konsumsi akan berkurang, kenaikan inflasi akan membuat pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai," ujarnya.
5. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Anggota Komisi XI Fraksi PPP Wartiah menghimbau pemerintah untuk mencermati efek dari inflasi yang tinggi, yang dapat menekan daya beli masyarakat karena harga pangan dan energi, serta belum kembalinya tenaga kerja dibandingkan pra- pandemi.
Oleh karena itu, berkaitan dengan kenaikan harga BBM, menurut Wartiah, pemerintah tidak hanya harus memperhatikan pertumbuhan ekonomi semata, namun harus juga memperhatikan inklusivitas atau masyarakat 40% kelompok paling bawah.
"Pekerja informal mencapai 81 juta, hingga kelas menengah rentan di pedesaan, sehingga pertumbuhan ekonomi bisa sejalan dengan tujuan pembangunan pemerintah," jelas Wartiah dalam rapat kerja dengan pemerintah, Rabu (31/8/2022).
"Inflasi 3,3% (target inflasi tahun 2022) dianggap cukup menantang karena imbas pengurangan subsidi energi tahun 2022, khususnya BBM Pertalite dan Solar yang dirasakan masih dirasakan ke inflasi di 2023," kata Wartiah melanjutkan.
6. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Anggota Komisi XI fraksi PKB Bertu Merlas mengungkapkan di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok saat ini, tentu akan mempengaruhi target inflasi pemerintah Indonesia.
Oleh karena itu, menurut Bertu apabila pemerintah menaikan harga BBM bersubsidi, baik Solar dan Pertalite akan berdampak kepada daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah, terutama para petani.
"Biaya produksi petani ada peningkatan tajam terutama masalah pupuk, harga pupuk meningkat tajam dan langka. Ditambah lagi ada kenaikan BBM dimana petani membeli BBM subsidi, sehingga mereka membeli BBM dengan harga yang mahal," jelas Betu dalam rapat kerja dengan pemerintah, Rabu (31/8/2022).
Jika pengendalian inflasi yang dilakukan pemerintah dengan melakukan operasi pasar, pemerintah diminta untuk sungguh-sungguh melakukan pengawasan.
"Operasi ini sampai ke biaya produksi, bukan sekedar pasarnya saja. Karena kesejahteraan petani terganggu, sekarang pendapatan petani turun karena biaya produksi meningkat," ujar Bertu.
"Bila petani kurang sejahtera, ini akan merembet kemana-mana, manufaktur siapa yang beli. Produk-produk manufaktur siapa yang beli kalau petani kurang sejahtera," kata Bertu melanjutkan.
7. Partai Amanat Nasional (PAN)
Anggota Komisi XI DPR fraksi PAN Ahmad Najib Qodratullah mengungkapkan, kenaikan harga BBM bersubsidi akan ikut mengerek laju inflasi di dalam negeri. Sehingga target inflasi di tahun depan dari pemerintah yang mencapai 3,3% (year on year) harus dipertimbangkan dengan matang.
"Kita tahu di hari-hari ini hampir berbagai media nasional memberitakan rencana kenaikan BBM dan direspon langsung oleh pasar. Baru tadi pagi mendapatkan informasi tentang kelangkaan BBM salah satunya adalah solar," ujar Ahmad dalam rapat kerja dengan pemerintah, Rabu (31/8/2022).
"Respon cepat dari masyarakat walau itu berupa wacana, dengan angka 3,3% ini memunculkan kekhawatiran dampak kenaikan harga BBM," kata Ahmad melanjutkan.
Ahmad mengungkapkan, ini harus menjadi perhatian dalam menetapkan inflasi di tahun depan, terlebih krisis pangan dan energi di belahan dunia saat ini masih menghantui.
Dalam merespon kenaikan BBM, menurut Ahmad pemerintah juga perlu menghitung panen raya di bulan Juli-Agustus, mengingat alat pertanian masih menggunakan BBM bersubsidi.
"Petani belum untung kalau dibandingkan kenaikan harga-harga komponen pendukung seperti pupuk, dan sebagainya. Dari segala rencana strategis pemerintah tidak hanya melihat jangka pendek tapi jangka panjang, ini melahirkan intervensi anggaran," ujarnya.
"Jadi jangan-jangan nanti kebijakan ini apakah bentuk kompensasi atau operasi pasar ini kemudian tidak tepat sasaran. akhirnya tujuan mengendalikan inflasi tidak efektif. Pemerintah betul-betul harus fokus. Ini bukan masalah setuju atau tidak, tapi soal pandangan," tegas Ahmad.
8. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
Anggota Komisi XI fraksi PDIP Andreas Eddy Susetyo juga tidak pada keberpihakan setuju atau tidak menaikan harga BBM bersubsidi.
"Keputusan ada di tangan Presiden (Joko Widodo), karena beliau juga yang akan memitigasi. Saya melihat momennya ada di pemerintah, karena keseimbangan dari daya beli, jelas Andreas kepada CNBC Indonesia saat ditemui di gedung DPR, Rabu (31/8/2022).
Kendati demikian, menurut Andreas pasar sudah menghitung bahwa kalau diteruskan sampai akhir tahun. jangan sampai para pelaku usaha kemudian sudah menghitung untuk usaha, tapi kemudian tidak ada kejelasan yang jelas dari pemerintah.
"Dunia usaha sangat rasional dan sudah menghitung-hitung, dalam pikirannya sudah bisa dikendalikan, pembatasan. Wong ekonomi lagi pick up dan mulai bergerak" ujarnya.
"Kalau mau beri subsidi harus ada pembatasan, dan selain pembatasan dan penyesuaian harga. Tapi pemerintah kalau tetap tidak (menaikan harga BBM bersubsidi) tentu akan menahan inflasi. Yang penting jangan ngambang terlalu lama," kata Andreas melanjutkan.
9. Nasional Demokrat (Nasdem)
Ketua Komisi VII DPR fraksi Nasdem Sugeng Suparwoto menyatakan selama ini subsidi bahan bakar minyak (BBM) tidak tepat sasaran dan banyak dinikmati kalangan mampu, sehingga perlu dialihkan.
Oleh karena itu, menurut Sugeng total BBM subsidi yang tidak tepat sasaran mencapai sekira 70% sampai 80%.
"Maka dari itu harga BBM harus disesuaikan. Karena subsidi yang selama ini dikeluarkan tidak tepat sasaran atau orang mampu, sehingga perlu dialihkan. Sebab kan tidak adil, bagaimana dengan mereka yang tidak punya kendaraan? Jadi, subsidi dikurangi dan direlokasi untuk yang tidak punya kendaraan," jelas Sugeng melalui siaran resminya.
Selain itu, harga BBM saat ini jauh dari harga keekonomian.
"Keuangan negara harus kita akui jebol. Hari ini dengan kuota 23 juta kiloliter itu asumsinya semua meleset. Indonesian Crude Price (ICP) yang semula dipatok 63 dolar AS/barel meleset menjadi rata-rata 104,9 dolar AS/barel," ujar politisi Partai NasDem tersebut.
(sumber: CNBCIndonesia.com)