JAKARTA - Virus pada dasarnya dapat menempel dan bertahan di berbagai objek termasuk plastik. Meski begitu, masyarakat tak perlu terlalu panik atau takut menggunakan plastik karena dapat dicegah melalui berbagai cara.
Salah satunya adalah dengan menerapkan pola hidup sehat dan menjaga kesehatan. Di samping itu setiap kemasan minuman dan makanan plastik pasti akan disterilisasi.
Para ilmuwan dari Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID), mengungkapkan tetesan saat bersin atau batuk di udara masih bisa hidup dan menginfeksi orang lain setidaknya selama 3 jam. Sementara di permukaan seperti plastik setengah partikel virus akan mati dalam waktu 6 jam 49 menit.
Bagaimana dengan produk air minum dalam kemasan (AMDK) berbentuk galon sekali pakai? Produksi AMDK galon sekali pakai ini dianggap YLKI dan Greenpeace Indonesia akan semakin menambah masalah lingkungan yang disebabkan sampah plastik sekali pakai (single use) masyarakat.
Apalagi jika perusahaan yang memproduksi kemasan itu tidak menunjukkan tanggung jawab menarik kembali galon kemasan tersebut dari konsumen.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi mengatakan, secara bisnis atau marketing, perusahaan memang ingin melakukan sebuah inovasi baru dengan menciptakan kemasan baru. Tapi, dari sisi lingkungan, YLKI secara tegas tidak mendukungnya.
"Kita justru minta perusahaan mengurangi sampah plastik untuk bahan pangan khususnya air minum kemasan sekali pakai karena itu akan sangat membebani bumi. Plastik tidak bisa terurai. Kok ini malah memproduksi bahan plastik sekali pakai yang baru. Kita tidak mendukung produk kemasan semacam itu," ujar Sulastri dalam keterangan tertulis yang dilansir, Minggu (10/5/2020).
Menurut Sularsi, masyarakat tidak bisa diwajibkan sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk mengolah sampah plastik yang ditimbulkan bahan kemasan pangan yang diproduksi industri pangan. Tapi, seharusnya industri yang harus bertanggung jawab untuk menarik kembali kemasan plastik sekali pakai yang diproduksinya.
Senada dengan Sularsi, juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi mengaskan produk AMDK galon sekali pakai itu jelas akan menjadi masalah baru mengingat dampak pada lingkungan yang selama ini ditimbulkan dan juga tidak sejalan dengan target pemerintah mengurangi sampah di laut sebesar 70 persen pada 2025.
"Produksi plastik sekali pakai yang begitu masif tanpa adanya tanggung jawab perusahaan justru akan mempersulit capaian dari target ini," katanya.
Menurutnya, konsumen di Indonesia telah mengenal AMDK galon yang bisa diisi ulang selama lebih dari 35 tahun dan telah terjamin keamanannya karena mendapatkan izin BPOM. Kemasan galon model yang bisa digunakan kembali telah digunakan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia baik di rumah, kantor, restoran bahkan di fasilitas kesehatan.
Galon model yang dikenal selama ini lebih ramah lingkungan karena setelah dikonsumsi konsumen akan diambil kembali oleh produsen, dibawa ke pabrik untuk dibersihkan dan diisi kembali dengan air minum baru yang bersih dan higienis.
"Jadi dengan pembiaran kehadiran air minum kemasan galon sekali pakai ini, artinya masalah plastik dalam negeri akan makin berada di tahap yang lebih krisis dan target pengurangan pemakaian sampah plastik sekali pakai ini akan sulit tercapai," ujar Atha.
(iNews.id)