PEKANBARU - Di Ruang Melati Lantai III Kantor Gubernur Riau, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, SF Hariyanto, meradang dengan menaikkan suara di hadapan para pejabat Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Kemarahan Mantan Kadis PUPR Riau itu diluapkannya di depan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau saat evaluasi capaian kinerja dan realisasi APBD Riau 2023, Inflasi dan Penanganan Karhutla, Selasa, 2 Mei 2023.
SF Hariyanto dalam rapat tersebut marah terkait diantaranya SPPD telat cair, serta kebijakan satu peta Dinas Perkebunan yang tak kunjung usai dikerjakan. Padahal Syamsuar-Edy Natar akan berakhir menjabat tahun 2023 ini.
"Agar duduk bersama kebijakan satu peta bersama kabupaten dan kota. Saya sudah berkali-kali mengatakan jika masing-masing kabupaten sudah selesai, kita cari datanya mana yang masih macet," katanya.
Hariyanto menegaskan, kebijakan satu peta ini selesai tahun ini seiring berakhirnya Syamsuar-Edy Natar menjabat 5 tahun.
Jangan sampai, pintanya, masa jabatan gubernur habis namun kebijakan satu peta tidak kunjung selesai.
Kemudian, untuk Dinas Perkebunan terkait perihal pembentukan UPT. Itu sudah sekian bulan belum selesai. Biro Hukum dan Kesra tidak punya kemampuan harus didampingi. Bukan dibiarkan jalan sendiri-sendiri.
"Hanya membuat UPT ini kok luar biasa lamanya," kritik Sekdaprov Riau yang viral dengan pola hidup istrinya yang hedonis.
Tugas inspektorat, tuturnya, perlu melakukan audit mengenai putus kontrak pada 2021 dan 2022. Pada 2021, jelasnya, ada putus kontrak 9 paket dan kucuran 15 paket. Kemudian, pada 2022 putus kontrak 16 paket dan 22 paket.
"Kenapa ini bisa terjadi. Jangan dibiarkan saja. Kemudian di media sosial, jalan kita terburuk. Kita perlu jelaskan dan tidak perlu mencari kambing hitam," tegas mantan Kadispenda Riau tersebut.
Dalam kemarahannya, Hariyanto juga menyebut, Gubernur telah melakukan lelang sejak awal atau dini, namun perencanaan dan lelangnya belum selesai. Ia merasa jika sudah dihimbau pada November agar melakukan perencanaan dan pembayaran, maka Januari lalu sudah teken kontrak.
"Ini sudah bulan lima. Ndak ngerti saya cara berpikirnya. Padahal kita sudah tua-tua. Harusnya sudah bisa melakukan perencanaan. Lakukan pembayaran pada November, kemudian Januari naikkan kontrak. Ini sampai bulan lima," sesalnya mengutip riauonline.co.id Selasa (2/5/2023).
Jika tidak dibayar, ungkapnya, tinggal nunggu waktu siapa yang jadi tersangka. Seperti terjadi pada kasus Masjid Raya Senapelan.
Emosi Hariyanto lainnya mengenai pembangunan dan pemasangan Payung Elektrik Masjid Agung An-Nur, Pekanbaru.
Tidak selesainya pemasangan dan pembangunan payung elektrik sudah jadi isu serta pembahasan media nasional.
"Saya memiliki bukti, saksi, dan data lengkap. Tenaga ahlinya palsu semua saya pastikan. Saya dapat informasi tenaga ahlinya palsu semua. Semua palsu. Tenaga ahli payung itu betul-betul yang ahli bukan yang dipalsukan. Jadi beginilah hasilnya. Saya sudah bilang kepala biro," katanya dengan nada meninggi.
Ia kembali menyebut dan mengingatkan tinggal menunggu waktu saja untuk diproses oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
Tak hanya itu, Hariyanto juga berang dengan Kepala Dinas Kesehatan, Zainal.
"(Kepala) Dinas kesehatan itu, saya dapat laporan juga. Dana stunting pun disikat. Itu data semua lengkap delapan kabupaten dan kota. Dua yang melapor tidak diberikan dan itu sudah sampai ke saya. Tinggal nunggu waktu saja karena gerakan kita dipantau (APH)," tutupnya.***