PEKANBARU, riaueditor.com - Dugaan praktik jual beli tandan buah segar kelapa sawit yang familiar disebut TBS dari kawasan hutan dan taman nasional sudah menjadi rahasia umum.
"Solusinya harus ditindak dan diproses secara hukum. Jika praktik ilegal ini dibiarkan akan berdampak semakin banyak ekosistem lindung yang hilang dari kawasan hutan yang sudah ditetapkan statusnya sebagai kawasan hutan yang dilindungi, termasuk ekosistem gambut."
Demikian ditegaskan Alhamran Ariawan SH MH, Praktisi Hukum dan Penggiat Lingkungan di Riau kepada wartawan, Rabu (26/5/2021) di Pekanbaru.
"Salah satu isu yang berkembang adanya pasar gelap (black market) TBS dari kawasan hutan di wilayah Kabupaten Inhu, penegak hukum harus memeriksa pemilik kebun yang ada di areal kawasan hutan, pengumpul TBS atau pemilik DO serta pemilik industri pengolahan TBS kelapa sawit," kata Alhamran.
Dijelaskan Alhamran, dasar hukum pendirian Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sudah diatur oleh Peraturan Mentan No: 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan sebagaimana diubah dengan Peraturan Mentan No: 29/PERMENTAN/KB.410/5/2016 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Mentan No: 98/PERMENTAN/ OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
Dijelaskan Alhamran, terakhir aturan pendirian industri hilir pabrik kelapa sawit diubah dengan Peraturan Mentan No: 21/PERMENTAN/ KB.410/6/2017 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Mentan No: 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan
Pasal 11 (1) menyebutkan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan untuk mendapatkan IUP-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, harus memenuhi sekurang-kurangnya 20% (dua puluh perseratus) dari keseluruhan bahanbaku yang dibutuhkan berasal dari kebun yang diusahakan sendiri dan kekurangannya wajib dipenuhi melalui kemitraan pengolahan berkelanjutan.
Kemitraan pengolahan berkelanjutan ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan bahan baku, terbentuknya harga pasar yang wajar, dan terwujudnya peningkatan nilai tambah secara berkelanjutan bagi pekebun.
Kemitraan pihak perusahaan dengan masyarakat, dapat berasal dari kebun milik masyarakat maupun perusahaan perkebunan lain yang belum melakukan kemitraan dengan perusahaan pengolahan. Namun, kemitraan harus dari sumber yang legal yang dapat dibuktikan.
Salah satu poin penting adalah sumber pasokan TBS kelapa sawit tidak berasal dari kawasan hutan. Jika terbukti industri sawit atau PKS menampung buah sawit atau TBS yang berasal dari kawasan hutan dapat diancam dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf c berbunyi "Korporasi yang membeli, memasarkan dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit lima miliar rupiah dan paling banyak 15 miliar rupiah.
Selain ancaman pidana terhadap korporasi dan pengurusnya, terhadap produk yang dihasilkan industri pengolahan minyak kelapa sawit (PMKS) yang ternyata dari sumber yang bertentangan dengan hukum, maka akan berdampak pada penjualan CPO di pasar global.
"Bisa saja tidak dibeli, oleh karena pasar dunia maupun pemerintah bersama industri sawit dalam negeri telah membentuk lembaga sertifikasi baik terhadap kebun ramah lingkungan dan taat azas maupun sertifikasi terhadap industri pengolahan minyak sawit, yakni RSPO (Rountable and Suntainable Palm Oil) yang Voluntary dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang bersifat mandatori.
Jika pelaku industri sawit dan atau kebun sudah memiliki sertifikasi tersebut sudah terjamin di pasar global, khususnya RSPO.
"Oleh karena itu pemerintah perlu menertibkan industri pengolahan atau Pabrik Kelapa Sawit yang sudah berdiri sebagai bentuk pengawasan, khususnya PKS yang berdiri tanpa adanya jaminan kebun sendiri. Hal ini penting guna memastikan terciptanya kenyamanan bagi investor yang taat azas, demikian juga kemitraan dengan masyarakat adalah suatu kewajiban," tandasnya.(*/har)