PEKANBARU, riaueditor.com- CAGAR BIOSFER Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau (GSK-BB) merupakan salah satu dari 7 Cagar Biosfer yang ada di Indonesia. Terletak di dua wilayah pemerintahan yaitu Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak di Propinsi Riau. Cagar Biosfer GSK-BB Riau ditetapkan dalam sidang 21st Session of the International Coordinating Council of the Man and the Biosphere Proggramme UNESCO di Jeju, Korea Selatan, 26 Mei 2009 lalu.
Cagar Biosfer GSK-BB adalah satu dari 22 lokasi yang diusulkan 17 negara yang diterima sebagai cagar biosfer pada tahun tersebut. Cagar Biosfer merupakan satu-satunya konsep kawasan konservasi dan budidaya lingkungan yang diakui secara internasional. Dengan demikian pengawasan dan pengembangannya menjadi perhatian seluruh dunia atas kawasan tersebut.
GSK-BB menjadi khas karena Hutan Rawa Gambut yang tiada duanya di dunia ini, agak berbeda kekhasannya dengan hutan gambut Semenanjung Kampar yang sedikit rawa. Kekhasan lainnya adalah cagar biosfer GSK-BB ini diinisiasi oleh pihak swasta yang bekerjasama dengan pemerintah melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA).
Di kawasan ini, nama Grup Sinar Mas cukup membaik karena grup perusahaan inilah yang menginisiasikan. Tetapi untuk kawasan lainnya, nama Grup Sinar Mas cukup mengkhawatirkan karena terjadinya perluasan perkebunan sawitnya yang tidak wajar (investigasi Greenpeace).
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu Riau memiliki luas 178.722 hektar terdiri dari Zona Inti Hutan Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil seluas 84.967 hektar dan Hutan Suaka Margasatwa Bukit Batu seluas 21.500 hektar.
Zona Penyangga Hutan Produksi yang merupakan kubah gambut (peat dome) eks konsesi PT Dexter Timber Perkasa Indonesia seluas 31.745 hektar, Eks PT Satria Perkasa Agung 23.383 hektar, eks PT Mapala Rabda KTH Tuah Sekato 12.302 dan eks PT Mapala Rabda - KTH Usaha Baru 5.095 hektar.
Area transisi (Transition Zone) adalah wilayah terluar dan terluas yang mengelilingi atau berdampingan dengan zona penyangga, yakni Hutan Tanaman Industri (HTI) dan kegiatan lainnya.
Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di tahun 2007, di kawasan GSK-BB memiliki Keanekaragaman Hayati sekitar 126 jenis tumbuhan (52 jenis merupakan tumbuhan langka dan dilindungi) yang terdiri dari 67 marga dan 34 suku tumbuhan, yang jumlahnya bertambah jika ditambahkan dengan jenis "semak" dan "terna".
Marga pohon yang dominan adalah Calophyllum, Chamnosperma, Dyaera, Alstonia, Shorea, Gonystylus, dan Palaquium. Hal yang paling membanggakan dan menarik adalah masih banyaknya jenis Pohon Ramin (Gonystylus bancanus), Pohon Gaharu (Aquilaria beccariana), Pohon Meranti Bunga (Shorea teysmanniana), dan Pohon Punak (Tetramerista glabra). Semua jenis pohon tersebut merupakan indikator bagi Hutan Rawa yang masih baik.
Cagar Biosfer GSK-BB juga memiliki Keanekaragaman Satwa sekitar 150 jenis burung, 10 jenis mamalia termasuk yang dilindungi, Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis) dan Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), 8 jenis reptil, dan
lain-lain, diantaranya Buaya Muara (Crocodylus porosus) yang menjadi ciri khas sungai Bukit Batu dan Buaya Sumpit (Tomistoma schegelii) sebagai reptil yang biasa disebut senyulong, kerap dijumpai oleh masyarakat setempat. Jenis satwa terbang yang kadang-kadang nampak adalah Burung Julang Jambul Hitam (Aceros undulatus).
Kebakaran hutan pada zona Inti dan pembalakan liar menjadikan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil dan Bukit Batu yang selama ini tentram menjadi rusak, bahkan hancur jadi arang setelah masuknya manajemen kolaborasi swasta si tukang intip kayu dan pemerintah yang doyan main proposal.
Cagar Biosfer yang dielu-elukan itu kini terancam dicabut oleh badan dunia UNESCO, karena lepas dari pengawalan pemerintah dan Sinar Mas Forestry (SMF) sebagai inisiator.
Seperti pepatah orang bijak, "Perubahan merupakan kata kunci untuk masa depan, namun perubahan bukan saja membutuhkan arah yang dituju melainkan juga sejumlah syarat, agar proses yang akan dilalui tidak menjadi jalan yang menghianati tujuan". (har/red.)