Ada Nestapa di Hari Lebaran

Oleh: Maman Sudiaman
Redaksi Redaksi
Ada Nestapa di Hari Lebaran
Daan Yahya/Republika
Maman Sudiaman
SUASANA tenang pada peringatan hari suci Lebaran di Tolikara, Papua terusik, Jumat (17/7). Sejumlah warga Muslim yang tengah menunaikan ibadah shalat Ied tiba-tiba diserang. Mushala tempat bisa mereka salat berjamaah pun dibakar sekelompok orang tak bertanggung jawab.

Informasi penyerangan warga disertai perusakan dan pembakaran  mushala dengan cepat tersiar ke seantero jagat. Tak cuma masyarakat Muslim di Tolikara, namun segenap kaum Muslim di Tanah Air meradang. Sejumlah tokoh agama, politikus dan berbagai elemen masyarakat mengecam tindakan brutal dalam aksi pembakaran mushola tersebut.

Berbagai komentar dilontarkan sejumlah petinggi di Tanah Air ihwal penyebab insiden tersebut. Mulai dari adanya larangan pengeras suara (speaker), dugaan salah pengertian antarwarga, adanya aktor intelektual di balik insiden ini, hingga penyerangan terhadap warga pendatang. Ihwal komentar terakhir mengenai penyebab insiden ini disampaikan Kepala Staf Kepresidenan, Luhut Panjaitan. Menurutnya, kasus bermula terjadi pada penyerangan sejumlah kios-kios milik pendatang.

Namun sayang, komentar Luhut tak merinci apa pemicu penyerangan tersebut. Sumir. Kini, Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan peristiwa penyerangan jamaah salat Idul Fitri dan pembakaran mushala serta kios-kios di Tolikara, Papua, bukan karena permasalahan pengunaan pengeras suara atau speaker.

Yang jelas, Mushalla Baitul Muttaqirumah di sekitar lokasi kejadian ikut dibakar. Tak hanya itu, dalam insiden tersebut sejumlah warga mengalami luka bahkan ada yang meninggal dunia. Suasana kerukunan antarumat beragama terkoyak karenanya.

Atas kejadian ini, pemerintah harus segera melakukan penanganan ekstra cepat dan terkoodinasi dengan baik. Mulai dari aparat pemerintah, pemuka agama dan sejumlah stakeholders terkait lainnya. Tujuannya, agar insiden semacam ini tak meluas dan menjadi laten di Bumi Cendrawasih. Lebih dari itu, para pelaku aksi brutal tersebut segera diadili dengan seadil-adilnya.

Adalah menjadi tugas pemerintah untuk menjaga rasa aman bagi warganya termasuk di dalamnya menyangkut pelaksanaan menjalankan ibadah. Karena itu pula, aparat keamanan dalam hal ini TNI dan Polri wajib menjamin dan mengembalikan rasa aman tersebut di Bui Cendrawasih, khususnya di Tolikara, Papua. Selain itu, menindak tegas pelaku dan aktor utama yang jelas-jelas telah menodai kerukunan beragama. Sehingga pelaksanaan hukum bisa ditegakkan dengan baik.

Persoalaan meminta maaf dan melakukan tobat (baca: sejumlah jemaat Gereja Injili Di Indonesia (GIDI)) atas tindakan brutal bukan berarti menepis adanya pelanggaran hukum. Bagi kaum Muslim, upaya menahan diri dan tidak mudah terprovokasi menjadi hal penting sambil bersabar menunggu langkah pemerintah menangani kasusnya. Semoga kerukunan umat beragama di Bumi Pertiwi kembali utuh seperti sediakala.

Ingat, bangsa yang kuat adalah bangsa yang rukun dengan tidak melihat perbedaan suku, agama, dan ras. Bangsa yang kuat pulalah yang selalu menjaga silaturahim dengan baik. Kerukunan umat beragama menjadi salah satu kunci bagi perbaikan kondisi pergerakan ekonomi yang saat ini masih berjalan tertatih-tatih.(ROL)

Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini