TERKADANG, dalam kisah perjalanan kita tidak memiliki banyak waktu. Seperti perjalananku kali ini ke Amsterdam. Aku hanya punya waktu sekitar 7 jam sebelum kembali ke Leiden, kota yang berjarak 37 kilometer dari Amsterdam tempat kami menginap.
Amsterdam salah satu kota yang menjadi tujuan wisata dunia. Ada begitu banyak hal yang ditawarkan disini. Kota terbesar di Belanda yang sangat majemuk karena dihuni berbagai suku bangsa dari seluruh penjuru dunia. Dikenal juga dengan sebutan `The Venice of the North`. Sebutan itu tidaklah salah, karena Amsterdam memiliki 165 kanal, lengkap dengan perahu wisata dan lebih dari 1200 jembatan yang unik.
Tidak hanya kanal dan jembatan, kota ini pun penuh dengan para pesepeda, bahkan sepeda di kota ini lebih banyak daripada penduduknya!
Penduduk di Amsterdam umumnya berbahasa Inggris dengan lancar. Ketika kami sampai di stasiun Amsterdam Central, kami langsung menuju ke turis informasi untuk mendapatkan city map yang akan menjadi acuan perjalanan kami mengelilingi kota ini.
"Satu hal yang saya suka di Amsterdam adalah, kita dapat berkeliling di sini hanya dengan berjalan kaki. Kalau lelah, bisa naik becak atau yang dikenal `fietstaxi/reistaxi, dan harganya pun tidak semahal di Paris."
Selain berjalan kaki atau naik becak, kita bisa menikmati kota Amsterdam dengan water taxi atau water bus, moda transportasi air, bahkan terdapat juga kereta kuda ala jaman dulu.
Ketika kami sampai di Centrum Amsterdam atau Dam Square, yakni sebuah alun-alun di kota Amsterdam, para penduduk dan pedagang sedang mempersiapkan King`s Day yang jatuh pada tanggal 27 April, ulang tahun raja Belanda yang baru. Di Dam Square ini begitu ramai serta banyak stand untuk permainan anak-anak dan permainan untuk orang dewasa, sungguh meriah. Tapi sayang, kami datang tidak pada saat King`s Day.
Di Dam Square ini, kami menjumpai banyak sekali bangunan kuno yang masih terpelihara dengan baik, seperti Koninklijk Paleis (istana Royal Palace of Amsterdam), Nieuwe Kerk (sebuah gereja tua), National Monument (monumen PD II), dan tentu saja museum lilin Madame Tussaud, serta shopping center dan pabrik pengasahan berlian.
Sayang kami tidak masuk ke museum lilin Madame Tussaud, dikarenakan harga tiket yang lumayan mahal bagi kantong kami serta waktu yang tidak cukup untuk berkeliling di dalamnya.
Selama berjalan menyusuri kota ini, kami menemukan banyak sekali museum. Ada sekitar 75 museum diantaranya Museum Anne Frank, Museum Van Gogh, Museum Diamond, Museum Stedelijk, Museum Rijks, Museum maritim, Museum Tropen, dan bahkan kami menemukan museum Seks dan Erotis, serta museum prostitusi! Wah.. lengkap yah... Bahkan kami bertemu museum `The Amsterdam Dungeons` yaitu sebuah museum yang mempertontonkan dan merasakan teror dan horor penyiksaan pada masa abad pertengahan.
Dengan harga tiket masuk 15 euro/orang, para turis pun dapat merasakan teror yang membuat bulu kuduk berdiri. Tema yang diusung oleh museum ini adalah `Bringing to live 500 years of the Dutch dark history`, cukup menguji nyali bagi para pengunjung.
Selain monumen penting dan museum, kami juga menemukan banyak bangunan tua yang menakjubkan dan terpelihara serta tertata rapi dan indah. Bangunan-bangunan yang berderet di depan kanal yang berwarna-warni dengan gaya bangunan yang unik ini, sebagai tempat tinggal juga perkantoran, hotel dan pertokoan.
"Sepertinya pemerintah Amsterdam mempunyai kebijakkan khusus untuk melindungi segala bangunan ataupun monumen di kota ini, bahkan kanal-kanal, jembatan tua, semuanya terpelihara dan tertata dengan indah dan didayagunakan dengan sangat baik."
`Good girl go to heaven and bad girls go to Amsterdam` tulisan yang terpampang di koas suvenir yang kami temukan di toko suvenir, memperlihatkan ikon kebebasan di kota ini. Kota dengan legalisasi tanpa batas atas prostitusi, peredaran obat terlarang serta perjudian. Menjadi tidak aneh bila jaringan bisnis ini berkembang dengan pesat.
Ketika kami berkeliling di red street district, kami sampai terkaget-kaget dengan segala kebebasan yang begitu terbuka di kota ini. Sex shop dengan berbagai jenis dagangannya yang terpampang di depan jendela kaca, bahkan beberapa jendela rumah penduduk pun dihias dengan boneka yang berbau porno.
Walaupun kami sudah sering melihat red district di Paris, tetapi kami tetap dibuat shock selama mengunjungi Amsterdam. Setiap kali melewati coffeeshop remang-remang, kami pikir coffeeshop itu seperti cafe di tempat lain yang menjual kopi dan makanan kecil, tetapi di Amsterdam adalah tempat menjual mariyuana, ganja dan sejenisnya. Tidak heran, setiap kali melewati cafe-cafe ini, bau-bau yang aneh tercium dengan tajam.
Bahkan cannabis/ganja ini dicampur dengan berbagai jenis minuman atau makanan seperti permen lolipop.
Soal yang berbau erotis, kamipun melihat banyak papan iklan massage erotis. Kami bertemu sebuah air mancur dengan bentuk porno pula. Jangan heran ketika menemukan bendera kota ini dengan lambang XXX membuat kami berpikir lambang sex yang identik dengan kota ini, padahal tidaklah demikian.
Arti dari lambang XXX adalah tiga salib Santo Andrew yang memang berhuruf X. St. Andrew adalah seorang nelayan yang hidup di abad pertama yang dikatakan telah disalibkan di kayu salib yang berbentuk X. St. Andrew adalah santo pelindung kota Amsterdam pada masa Katolik mendominasi Belanda, sehingga lambang dan bendera kota Amsterdam adalah huruf XXX.
Melaju dengan Becak
Selain hal-hal kebebasan di Amsterdam yang cukup mengejutkan, kami juga mendapat sebuah pengalaman yang menegangkan. Saat kami sedang asyik berkeliling dan terkagum-kagum dengan bangunan tua cantik yang berderet di depan kanal, tiba-tiba kami mendapat telepon dari teman yang tinggal di Amsterdam, bahwa ia sudah menunggu di alun-alun kota. Karena kami masih ingin ke beberapa tempat dan berburu suvenir di Hard Rock Cafe Amsterdam, maka kami pun memutuskan naik becak yang disupiri seorang wanita Belanda.
Harga becak di sini bisa nego, dan setelah sepakat dengan harganya, kami pun naik. Kami mengatakan sedang diburu waktu, tetapi masih ingin melihat beberapa tempat lain lagi. Maka wanita ini pun memacu becaknya dengan kecepatan tinggi di jalanan yang padat pada saat jam pulang kantor. Dengan lincah dan gesit ia membawa becaknya bagaikan seorang pembalap, meliuk di antara kendaraan lain dan bahkan tramway! Benar-benar bikin ngeri tapi seru.
Sang supir becak ini banyak bercerita dalam bahasa Inggris yang lancar tentang kota Amsterdam yang majemuk serta tempat-tempat wisata di kota ini. Ia pun menuturkan bahwa barang yang paling sering dicuri di Amsterdam adalah sepeda.
Setelah dari Hard Rock Cafe, Ia menawarkan diri membawa kami ke beberapa tempat wisata yang dekat alun-alun kota. Beberapa kali kami meminta ia berhenti untuk memotret, dengan ramah Ia berhenti dan menunggu hingga kami selesai memotret. Ketika kami sampai di alun-alun kota dan membayar, sang supir yang bersahabat ini tetap bersikap ramah dan tidak meminta bayaran lebih atau mendongkol karena membawa kami lebih dari tempat-tempat yang telah disepakati.
Mau Makan Apa?
Selain bangunan indah, red district, satu hal lagi yang saya suka di kota ini adalah wisata kulinarinya. Segala macam restoran bisa kita temukan di sini. Amsterdam dengan penduduk yang majemuk dari berbagai suku bangsa, maka tidak heran bila restoran yang ada di sini juga dari berbagai bangsa. Mau makan apa, tinggal pilih.
Rasanya tidak sulit untuk menemukan restoran Indonesia ataupun dari negara Asia lainnya. Teman kami membawa kami mencoba masakan dari Malaysia, Kami mencoba ikan asam manis, kwetiaw, dan sayuran serta beberapa makanan lainnya, yang tentu saja cita rasa Asia yang sudah dimodifikasi dengan Eropa.
Entah karena lapar atau rakus, sayapun makan sampai nambah nasi tanpa malu-malu lagi.... ups... tetapi memang enak masakannya.
Selain terdapat berbagai jenis restoran, terdapat juga fastfood dari berbagai negara. Salah satunya yang kami jumpai ketika berjalan menuju ke restoran Malaysia adalah fastfood Manneken Pis yang begitu ramai pengunjung. Teman saya menjelaskan kalau itu adalah fastfood yang menjual kentang goreng yang terkenal di dunia. Saya bingung, apa bedanya dengan kentang goreng di tempat lain? Rasanya ingin mencoba. Tetapi melihat antrian yang begitu panjang, kami mengurungkan niat.
Kami akhirnya sampai ke sebuah tempat yang menjual aneka macam kue-kue Asia. Tidak lupa saya memborong beberapa kue untuk suami dan anak-anak serta untuk bekal di jalan saat pulang ke Prancis esok harinya.
Menjelang malam, kami berjalan ke stasiun kereta untuk menuju tujuan masing-masing. Sekali lagi kami melewati kawasan red street district, kawasan ini semakin ramai dengan para pengunjung, dikarenakan semakin malam semakin banyak hiburan terutama para pekerja sex yang mulai menampakkan diri dengan dandanannya yang sexy. Mereka berdiri atau bergaya di depan jendela kaca layaknya aquarium dengan latar belakang berwarna merah..
Dan sekali lagi sayapun terkaget-kaget, Ahhhh.. Amsterdam yang cantik, liar, dan menantang!!