PEKANBARU, riaueditor.com- Dengan bertambahnya APBD Riau di tahun 2012 lalu, diharapkan kinerja aparatur serta pegawai turut meningkat. Namun ternyata kenaikan APBD diiringi dengan SIlpa yang membengkak. Kemampuan aparatur pemerintah dalam realisasi penyerapan APBD masih lemah.
Atas hal tersebut, kualitas kinerja dan kemampuan aparatur di jajaran Pemprov Riau sangat dipertanyakan. Sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) sejak tahun 2009 hingga 2011 menunjukkan peningkatan yang memiriskan. Tahun 2009 sebesar Rp188 miliar, meningkat tajam di tahun 2011 menjadi 1.3 triliun.
Sedangkan di tahun 2012 kemarin Silpa APBD Riau dalam RAPBD 2013 disebutkan sebesar 1.8 triliun lebih.
Ketidakmampuan pemerintah dalam penyerapan anggaran ini telah memperlihatkan lemahnya kinerja aparatur. Usman, aktivis Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau menyebutkan, Pemprov Riau dalam realisasi APBD masih berkutat di sekitar pemanjaan pegawai dan aparaturnya. "Membengkaknya SIlpa ini potret buruk kinerja birokrasi di pemerintah provinsi riau,"¯ kata Usman.
Hasil kajian Fitra menilai, pembengkakan Silpa ini salah satunya disebabkan buruknya perencanaan anggaran. Dimana sejak awal anggaran disusun tidak memperhatikan kemampuan kapasitas SKPD. Sedangkan buruknya perencanaan ini tercermin dari anggaran yang disusun sudah di atas pagu kebutuhan.
"Dengan anggaran yang disusun di atas pagu, maka sudah jelas aka nada sisa yang menjadi SIlpa. Ini salah satu penyebab bengkaknya SIlpa,"¯ tutur Usman lagi.
Namun itu, kesalahan tidak sepenuhnya berada di tangan Pemerintah Provinsi Riau. Keterlambatan pusat mentransfer DBH yang tidak sempat dibelanjakan akan menjadi SIlpa. Oleh karenanya, pusat seharusnya melakukan introspeksi agar mendahulukan hak daerah, sehingga tidak lagi terjadi Silpa.
Pemerintah daerah sendiri dinilai kerap berlaku curang dalam penggunaan APBD. Seringnya dilakukan seminar-seminar di SKPD atau pun dilakukannya studi banding ke luar daerah adalah modus baru SKPD menghabiskan anggaran. Padahal, dilakukannya seminar atau pun studi banding sama sekali tidak ada korelasinya dengan kesejahteraan masyarakat.
"Ini yang kita lihat menjadi modus baru mereka untuk mengejar target pencapaian realisasi penyerapan APBD. Ini sering terjadi di setiap akhir tahun, tak bisa dipungkiri. Ini bukan dilaksanakan di awal atau pertengahan tahun,"¯ ungkap Usman.
Fitra Riau menilai, anggaran yang tak terserap ini menjadi mubazir karena tak dilaksanakan dan dipergunakan untuk sebesar-besdarnya kepentinganĀ rakyat. "Dana ini jadinya mengendap begitu saja di kas daerah. Padahal seharusnya bisa digunakan untuk kepentingan pembangunan yang berpihak kepada rakyat,"¯ sebut coordinator Fira Riau ini.(aa)bertambahnya APBD Riau di tahun 2012 lalu, diharapkan kinerja aparatur serta pegawai turut meningkat. Namun ternyata kenaikan APBD diiringi dengan SIlpa yang membengkak. Kemampuan aparatur pemerintah dalam realisasi penyerapan APBD masih lemah.(aa)