BANJIR kini menjadi musibah tetap. Disaat rakyat menuai bencana selalu saja ada segudang kambing hitam. Curah hujan dan banjir kiriman adalah salah satu dari sekian kambing hitam tersebut. Ketika hutan sebagai benteng tak ada lagi, nyawa, harta benda dan lainnya sebagai taruhan.
Bencana banjir yang melanda berbagai wilayah dalam kurun waktu terakhir ini telah mendatangkan dampak kerugian yang amat besar, baik moril maupun materil. Dan yang amat menderita adalah masyarakat yang terkena dampak langsung dari banjir tersebut. Kebijakan pemerintah dalam rangka konversi serta alih fungsi tata guna hutan dan lahan adalah pemicunya.
Adanya Fenomena banjir secara langsung telah mengancam kelestarian tata air, dikarenakan tidak seimbangnya fluktuasi aliran air sungai, yaitu terjadinya kenaikan yang sangat ekstrim dari debit aliran air sungai ketika musim penghujan. Kenaikan yang sangat ekstrim inilah yang menyebabkan terjadinya banjir tersebut.
Di sisi lain, ketika kemarau terjadi penurunan debit aliran sungai yang ekstrim dikarenakan tidak adanya simpanan air tanah. Perbandingan yang ekstrim antara debit aliran sungai ketika musim kemarau dan musim penghujan ini mengindikasikan bahwa daerah tangkapan air (catchment area) pada suatu wilayah telah kritis.
Secara hidrologis keseimbangan tata air pada suatu daerah tangkapan atau daerah aliran sungai (DAS) sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik (al: tanah dan topografi) serta tata guna hutan dan lahan yang ada pada daerah tangkapan tersebut. Kondisi fisik dan penggunaan lahan ini merupakan parameter yang menentukan bagaimana respon dari daerah tangkapan tersebut terhadap hujan yang jatuh diatasnya.
Kondisi fisik DAS dalam hal ini topografi dan tanah relatif tetap dari waktu ke waktu. Permasalahan umum yang sering dihadapi adalah cepatnya perubahan tata guna hutan dan lahan. Pada umumnya sering terjadi alih fungsi hutan dan lahan yang kurang menguntungkan terhadap kelestarian tata air.
Terjadinya banjir di hampir setiap daerah disinyalir juga disebabkan karena terjadinya konversi penggunaan lahan yang sebelumnya hutan menjadi non hutan. Daerah dengan penutupan lahan hutan atau bervegetasi rapat dengan perakaran yang dalam mempunyai pengaruh yang sangat signifikan yaitu meningkatkan kapasitas penahanan air (water holding capacity), dimana hal ini pada akhirnya akan menurunkan aliran permukaan (run off).
Dari situasi diatas, terlihat pentingnya peranan Aspek Tata Guna Lahan terhadap tata air dalam suatu DAS. Perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan yang baik akan dapat mengendalikan konversi penggunaan lahan sehingga tata air bisa terjaga.
Setakat ini, benarkah pernyataan yang sering kita dengar bahwa banjir disebabkan terutama oleh penebangan hutan di daerah hulu atau pengunungan? atau orang hanya mencari kambing hitam saja karena banjir selalu terjadi.
Beberapa hasil kajian mungkin dapat menerangkan bahwa kejadian banjir karena hilangnya hutan di suatu wilayah bukanlah isu semata tetapi memang hal yang patut kita waspadai bersama, terlebih lagi disaat curah hujan yang tinggi.
Hasil penelitian yang telah dilakukan di dua Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan ukuran karakteristik kurang lebih sama menunjukkan bahwa DAS yang sebagian besar hutannya ditebang memperlihatkan kenaikan debit puncak dan mempersingkat waktu tercapaikan puncak tersebut (Lull dan Reinhart, 1972 ; Douglas and Swank, 1975).
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa meningkatnya debit puncak terjadi di lokasi dan di sekitar daerah penebangan. Akan tetapi, seiring dengan perjalanan aliran air ke daerah yang lebih rendah, besarnya aliran air tesebut menurun karena pengaruh intensitas dan arah hujan serta bentuk geomorfologi DAS.
Pengamatan yang lain yang dilakukan oleh Gentry dan Lopez Parodi (1980) di hutan hujan tropis Amazon menunjukkan hasil bahwa penebangan hutan dalam luas tertentu telah meningkatkan debit puncak tahunan di daerah hilir.
Konklusi hidrologi yang ditarik oleh Gentry dan Lopez tersebut diragukan secara keras oleh Nordin dan Meade (1982). Argumentasi mereka adalah, bahwa kenaikan debit puncak tersebut terjadi bersamaan dengan meningkatnya pendangkalan sungai pada lokasi pengukuran debit dengan kata lain, peningkatan debit sungai bukan disebabkan oleh bertambahnya volume aliran akibat penebangan hutan akan tetapi karena kedalaman sungai yang semakin dangkal sehingga permukaan air sungai menjadi lebih tinggi.
Terlepas dari kesimpulan atau kondisi mana yang lebih cocok, ada satu hal yang perlu disadari bahwa banyak penebangan hutan dilakukan dengan cara tebang habis, baik untuk komoditi tanaman monokultur atau ditinggal sama sekali tanpa realisasi penanaman. Dengan demikian, pada wilayah yang dibuka tersebut kondisi hidrologis terjadi perubahan mendasar.
Kenaikan volume aliran air akan segera terjadi setelah penebangan sebagai akibat dari meningkatnya koefisien air larian. Belum lagi peningkatan sedimen dalam air larian tersebut sebagai akibat pembukaan wilayah hutan dari vegetasi penutup atau serasah.
Di samping itu peningkatan air larian yang terjadi juga akan disertai dengan peningkatan transport sediment atau erosi. Transport sedimen yang berupa bahan organik dan non organik ini akan mengendap di sepanjang sungai yang dilaluinya dan dengan demikian menurunkan daya tampung sungai tersebut.
Penurunan kapasitas tampung sungai akan meningkatkan kemungkinan melimpahnya aliran air sungai ke daerah sekelilingnya yang sering kita kenal sebagai banjir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaruh yang paling dominan dari perubahan hutan menjadi tata guna lahan lainnya dalam kaitannya dengan terjadinya banjir adalah meningkatnya volume air larian.
Berdasarkan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa penebangan hutan untuk dijadikan tata guna lahan lainnya dalam jumlah yang cukup besar dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya banjir dengan periode berulang pendek. Dan sungguh sangat disayangkan hal itulah yang saat ini banyak terjadi di negeri kita.
Dengan musibah banjir dan tanah longsor yang susul menyusul disetiap daerah, telah menyebabkan kerugian harta benda dan nyawa. Rasanya, tidak bijak bila kita masih belum menyadari pentingnya melestarikan hutan. Meskipun kita harus memanfaatkannya hendaklah dilakukan secara terencana dan efisien, sehingga pemanfaatan yang berkelanjutan dapat terwujud dalam kenyataan.(har)