JAKARTA - Papua memang kerap menjadi sorotan publik, selain karena konflik militer dengan kelompok bersenjata, tak dipungkiri Tanah Papua ini menyimpan "harta karun" yang luar biasa. Salah satu perusahaan tambang raksasa yang telah menggali "harta karun" di Papua ini yaitu PT Freeport Indonesia.
PT Freeport Indonesia telah lebih dari 50 tahun menambang di tambang Grasberg, Papua. Kontrak karya pertama Freeport ini ditandatangani pada 7 April 1967 saat era Presiden ke-2 RI Soeharto menjabat.
Luasnya area tambang Freeport awalnya yakni mencapai 212.950 hektar, sehingga memicu pemerintah untuk mendesak Freeport mengembalikan sebagian wilayah tambangnya itu. Alhasil, pada awal Juli 2015 Freeport secara resmi mengembalikan wilayah operasi tambangnya ke pemerintah Indonesia. Dengan demikian, luas tambangnya berkurang menjadi 90.360 hektar.
Adapun salah satu blok tambang yang dikembalikan Freeport ke pemerintah Indonesia yaitu Blok B. Bekas Blok B tambang Freeport ini lah yang kini dikenal dengan Blok Wabu. Gunung penyimpan emas ini kini menjadi rebutan.
Terbaru, gunung emas "perawan" alias Blok Wabu ini kembali menjadi sorotan karena disangkutkan dengan kasus dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan oleh Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.
Menko Luhut menggugat kedua orang tersebut karena dianggap telah mencemarkan nama baik, khususnya terkait konten dalam Podcast Haris Azhar yang juga ditayangkan pada kanal YouTubenya pada 20 Agustus 2021 dengan judul: "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!"
Sebagai gambaran sedikit, cuplikan yang membuat Luhut geram di antaranya adalah Fatia menyebut bahwa PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group, ikut bermain bisnis tambang di Papua yakni di Blok Wabu. Perusahaan itu disebut sebagai anak usaha Toba Sejahtra Group, perusahaan yang dibesut Luhut.
"PT Tobacom Del Mandiri ini direkturnya adalah purnawirawan TNI namanya Paulus Prananto. Kita tahu juga bahwa Toba Sejahtra Group ini juga dimiliki sahamnya oleh salah satu pejabat kita, namanya adalah Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), The Lord, Lord Luhut. Jadi Luhut bisa dibilang bermain dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini," kata Fatia dalam video tersebut.
Hal itulah yang menjadi dasar Luhut mengajukan gugatan kepada Haris Azhar dan juga Fatia.
Isi 'Harta Karun' Blok Wabu
Bekas wilayah tambang PT Freeport Indonesia yang belum dikembangkan ini ternyata menjadi rebutan, termasuk oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Salah satu BUMN yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) berminat untuk mengelola gunung emas Wabu ini.
Gunung emas ini bisa menjadi salah satu sumber "harta karun" tersendiri bagi Indonesia. Pasalnya, jumlah sumber daya emas yang ada di blok ini tak main-main, yakni mencapai 8,1 juta ons.
Hal tersebut diungkapkan Senior Vice President for Exploration Division MIND ID Wahyu Sunyoto pada Oktober 2020 lalu.
Bila dikalikan dengan harga emas sekitar US$ 1.900 per troy ons, maka potensi nilai sumber daya emas di blok ini mencapai sekitar US$ 15,4 miliar atau sekitar Rp 231 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per US$).
Wahyu mengatakan, jumlah sumber daya ini masih berdasarkan hasil perhitungan sumber daya pada 1999 untuk kategori measured (terukur), indicated (terkira) dan inferred (terduga).
"Ada sekitar 117 juta ton dengan rata-rata 2,16 gram per ton emas dan 1,76 gram per ton perak, cut off grade, sekitar 1 gram per ton. Total sumber daya ada sekitar 8,1 juta ons emas," paparnya dalam acara workshop 'Tambang untuk Peradaban' secara secara daring, Kamis (22/10/2020).
Besarnya "harta karun" emas di Papua ini membuat salah satu anggota kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan agar gunung emas dikelola oleh BUMN.
Menteri BUMN Erick Thohir pun telah mengirim surat kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif agar Antam bisa mengelola bekas lahan tambang Freeport Indonesia tersebut.
Namun hingga kini, belum ada keputusan lebih lanjut terkait pengelolaan Blok Wabu ini. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) selaku otoritas pemberi izin tambang di negeri ini belum memutuskan kelanjutan tambang Blok Wabu ini.
Kendati demikian, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia sempat menyebut, berdasarkan undang-undang, yang mendapat prioritas untuk mengelola Blok Wabu adalah BUMN.
"Jadi tolong luruskan juga, jangan sampai ada di pikiran bahwa Wabu ini sudah diberikan kepada perusahaan A, B, C. Secara undang-undang yang mendapat prioritas utama itu adalah BUMN. Itu secara UU, dia akan mendapat prioritas pertama," ujar Bahlil di Gedung Kementerian Investasi, dikutip Minggu (14/8/2022).
Lebih lanjut, Bahlil menilai Blok Wabu sendiri mempunyai prospek yang cukup cerah untuk dikembangkan ke depannya. Oleh karena itu, pemerintah tengah mencari struktur kolaborasi yang tepat dalam pengelolaan blok emas tersebut.
"Antara investor, BUMN dengan siapa. Mekanismenya tetap aturan, jadi tidak boleh keluar dari aturan. Jadi Blok Wabu itu masih dikuasai oleh negara dan belum dikuasai oleh siapa-siapa dan pengelolaannya lagi proses untuk mitigasi mana yang terbaik dan menguntungkan untuk negara," jelas Bahlil.
Sehingga menurut Bahlil, jangan gegabah dalam memutuskan siapa nantinya yang akan mengelola Blok Wabu, terutama sebelum negara mendapatkan satu posisi yang cukup proporsional.
"Ini yang sedang kita hitung. Ini Blok Wabu jaringannya bisa langsung masuk ke Freeport karena itu dekat karena itu eks dan penciutan dari Freeport, dan itu saya tahu lokasinya dimana dan datanya sudah ada di kami," ungkapnya.
sumber