JAKARTA - Ekonom menilai tingkat utang Indonesia pada 2019 dan 2020 masih dalam batas aman, apalagi tujuan penggunaan untuk membiayai pembangunan.
"Secara umum, kondisi utang pemerintah masih dalam level yang aman dan manageable melihat komposisi tersebut dan melihat rasio utang terhadap PDB yang mencapai sekitar 29,5 persen," kata Ekonom Bank Permata, Josua Pardede di Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Tercatat, utang pemerintah per Juni 2019 mencapai Rp 4.570,2 triliun atau tumbuh 8,1% yoy dari posisi periode yang sama tahun sebelumnya. Dilihat dari komposisinya, 82,8% merupakan penerbitan Surat Berharga Negara dan porsi kecil sekitar 17,2% yang merupakan pinjaman.
Lebih lanjut, terkait dengan utang pemerintah yang berupa pinjaman, terjadi pergeseran dimana pemerintah cenderung mengutamakan pinjaman multilateral yang cenderung lebih murah dibandingkan pinjaman komersial.
"Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah pun sangat berupaya meningkatkan efisiensi pemanfaatan utang. Selain itu sebagian besar porsi penerbitan SBN yakni sebesar 59,9% adalah penerbitan dalam denominasi rupiah," jelasnya lagi.
Meskipun pengelolaan utang pemerintah masih manageable dan terjaga di bawah 30%, pemerintah diharapkan kebijakan pengelolaan utang yang efisien serta mendorong produktivitas utang yang dialokasikan untuk pos belanja yang produktif sedemikian sehingga dapat menciptakan ketahanan dan kesinambungan fiskal.
Sementara itu, terkait dengan anggapan RI termasuk negara yang gali lubang tutup lubang dalam menghadapi utang, dia tak setuju dan anggapan tersebut menurutnya salah karena justru dalam 4-5 tahun terakhir defisit keseimbangan primer terus menyusut.
"Dari defisit Rp142,5 triliun pada tahun 2015, menjadi defisit Rp 11,5 triliun pada tahun 2018 dan diperkirakan akan mencapai defisit Rp34,7 triliun pada tahun 2019, dan diupayakan lebih rendah lagi menjadi Rp 12,0 triliun pada tahun 2020," imbuhnya.
Terkait dengan defisit ini, pada keseimbangan primer menunjukkan bahwa pemerintah membayar bunga utang dengan utang baru. Melihat tren perbaikan defisit keseimbangan primer, justru menunjukkan bahwa kesinambungan utang semakin baik karena pemerintah mengarahkan keseimbangan primer untuk menjadi positif dalam jangka pendek hingga menengah.
Dia juga menambahkan jika pengelolaan utang pun juga cenderung semakin prudent dimana pemerintah mendorong produktivitas dari penarikan utang yang pada pemerintah sebelumnya diperuntukkan untuk belanja non-produktif seperti subsidi, namun sejak pemerintahan Jokowi, belanja diprioritaskan untuk belanja infrastruktur dan belanja produktif lainnya.
"Oleh sebab, itu produktivitas utang dikelola sangat baik oleh pemerintah Jokowi," tutupnya.
(cnbcindonesia.com)