PEKANBARU, riaueditor.com - Sebagai wujud keteladanan dan kepatuhan membayar pajak, Pemerintah Kabupaten Siak, Kamis (9/3) kemarin memberi Penghargaan kepada PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) atas kontribusinya dalam pembayaran pajak mineral bukan logam dan batuan tahun 2022.
Piagam Penghargaan diserahkan langsung Kepala KPP Pangkalan Kerinci Nugroho Nurcahyono kepada Manager Eksternal Communications and Stakeholders Relations South, Wan Dedi Yudishtira pada acara Pekan Panutan Penyampaian SPT tahunan, di Kota Siak Sriindrapura, Siak, Kamis (9/3).
Setahun sebelumnya, Pemkab Siak juga diduga kehilangan Rp.16 miliar atas pajak mineral bukan logam dan batuan yang tidak disetor oleh perusahaan raksasa Migas atas penambangan jutaan meter kubik Tanah Urug, PT Chevron bersama mitranya yang beroperasi sekitar tahun 2019 hingga 2021 lalu di kecamatan Minas kabupaten Siak.
Melansir portalriau.com, Kepala Seksi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, Dwiyana Minggu (02/05/2021) membenarkan tanah urug yang ditambang bukan untuk kegiatan menunjang produksi migas, melainkan digunakan dalam kondisi abnormal, dimana PT CPI melakukan pencemaran Limbah B3, salah satu konsekuensinya PT CPI harus melakukan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 yang selama ini dikenal dengan istilah tanah terkontaminasi minyak (TTM).

Dwi Yana menegaskan izin lingkungan yang dimiliki PT CPI untuk kegiatan usaha pertambangan Migas sesuai UU No 22 Tahun 2001, "Jadi tidak ada tercantum kegiatan usaha pertambangan minerba dalam dokumen lingkungan PT CPI. Kegiatan pertambangan minerba diatur dalam UU No 4 Tahun 2009 beserta perubahannya dan peraturan turunannya," jelas Dwi.
"Jika dikatakan pemanfaatan tanah urug tersebut untuk kepentingan sendiri, sesuai dokumen lingkungan seharusnya diambil di borrowpit yang sudah ditentukan letak dan luasnya, rata-rata hanya 1 hektar setiap lokasi borrowpit. Tapi aktifitas di lapangan luas galian mencapai puluhan hektar, pohon-pohon hutan alam ditebang, tanahnya digali dengan jumlah jutaan M3, di mana kegiatan dan lokasi tersebut tidak ada tercantum di dokumen lingkungan yang dimiliki PT CPI, ini jelas ilegal mining," ujar Dwiyana.
Dijelaskan Dwiyana, bahwa jika merujuk Surat Dirjen Migas no 839/SDM/1996 itu bukan bagian dari perundang-undangan yang ada di Indonesia, "Itu hanya sekedar Surat dan sekarang sudah kadaluwarsa, bertentangan dengan Peraturan Menteri, Peraturan Pemerintah, dan bertentangan dengan UU yang mengatur pertambangan minerba.
"PT CPI itu perusahaan pertambangan migas yang dengan sengaja menambang tanah urug dengan puluhan alat berat untuk kemudian diangkut dengan ratusan dump truk ke tempat lain (lokasi HIS site). Kemudian lihat juga di pasal 57 ayat (2), di situ disebutkan ada 5 kegiatan yang tidak wajib memiliki IUP operasi. Apakah PT CPI yang bergerak dibidang migas masuk kategori tersebut?," ya jelas tidak, imbuhnya.
Ditegaskan Dwiyana, bahwa pengecualian objek pajak mineral bukan logam batuan dalam pasal 57 ayat 2 UU No 28 Tahun 2009 adalah yang nyata-nyata tidak dimanfaatkan secara komersil, "Seperti pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon, penanaman pipa air/gas," jelasnya.
Sesuai data yang ada pada kami sampai dengan Januari 2021 ada sekitar 1,6 juta m3 tanah terkontaminasi minyak bumi yang sudah diangkut oleh PT CPI dari 89 lokasi.
"Maka untuk kegiatan pemulihan lingkungan hidup setidak dibutuhkan tanah timbun sebanyak 1,6 juta M3 juga, dengan asumsi besaran pajak mineral bukan logam batuan jenis tanah Urug Rp 10rb/M3, maka daerah dalam hal ini pemkab Siak kecolongan sekitar Rp 16 Milyar dari pendapatan pajak minerba dari tanah urug yang tidak dibayarkan PT Chevron Pacifik Indonesia," tukas Dwi.
Sebelumnya, PT Chevron Pacifik Indonesia didampingi SKK MIGAS pernah memberikan klarifikasi.
"Tapi klarifikasi tersebut tidak relevan dengan fakta lapangan, sekali lagi mereka tidak bisa menunjukkan izin yang dimiliki, sehingga tidak merubah analisis yuridis. Apapun kegiatan pertambangan mineral bukan logam batuan jenis tanah Urug di wilayah kerja Blok Rokan tanpa izin adalah illegal," tegas Dwi.
Ia menambahkan, merujuk kepada Permen LHK No 38/2019 kegiatan pemotongan bukit dan pengurugan tanah dengan besaran lebih 500.000 M3 adalah kegiatan wajib AMDAL kategori C.
"Hal ini dimaksudkan agar dampak negatif terhadap lingkungan yang timbul dari kegiatan pertambangan bukan logam tersebut dapat diminimalisir, dan negara tidak dirugikan dari pendapatan pajak mineral bukan logam serta PNBP lainnya," tandas Dwi.
Terpisah, Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) pada Jumat (28/1/2022) lalu juga turut melaporkan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proyek pengadaan tanah urug untuk tapak sumur minyak di Blok Rokan. PT PHR dan PT RDP dituding menampung tanah urug ilegal dari PT Batatsa Tunas Perkasa (BTP), dan PT Bahtera Bumi Melayu (BBM).
Terkait ini, Kepala Departemen Humas SKK Migas Sumbagut Yanin Kholison mengatakan bahwa aktifitas kegiatan operasional termasuk kepatuhan perpajakan dijalankan secara langsung baik oleh KKKS sebagai operator WK, maupun para mitra kontraktornya sesuai dengan acuannya. Apabila terdapat hambatan dan kendala KKKS terhadap regulasi dan implementasi yang dijalankannya, baru berkonsultasi ke SKK Migas.
"Jadi dalam hal ini, saran saya sebaiknya menghubungi masing-masing pihak perusahaan yang disebutkan tadi," katanya kepada redaksi riaueditor.com, Sabtu (11/3/2023). (har)