Merajut Persatuan di Tengah Perselisihan Umat Islam

Redaksi Redaksi
Merajut Persatuan di Tengah Perselisihan Umat Islam
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Peserta Pertemuan Ulama dan Dai memotret saat acara pembukaan Pertemuan Ulama dan Dai se-Asia Tenggara, Afrika, dan Eropa yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa (7/3).

JAKARTA - Ratusan ulama dan dai dari 20 negara menjadi peserta dalam acara Pertemuan Dai dan Ulama Internasional ke-5 di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, pada 3-7 Juli 2018. Pertemuan para ulama dan dai ini diselenggarakan Yayasan al Manarah al Islamiyah, Ikatan Ulama dan Dai Asia Tenggara, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pada hari kedua pelaksanaan, Rabu (4/7), para ulama dan dai membahas isu penting soal sebab-sebab perselisihan di tengah umat Islam. Karena itu, para ulama dan dai se-Asia Tenggara berkomitmen merajut tali persatuan.

Dosen Universitas Ummul Qura Makkah yang menjadi pembicara, Syekh Fakhruddin Az-Zubair, mengatakan perselisihan yang terjadi di kalangan umat Islam disebabkan kezaliman dan kebodohan. Dia menuturkan, kezaliman terbagi menjadi tiga, yakni kezaliman terhadap Allah, terhadap diri sendiri, dan terhadap saudaranya. Tingkat kezaliman pertama adalah yang paling buruk, yang menyebabkan munculnya kesesatan.

Menurut dia, keyakinan menyimpang di tengah umat Islam memang merupakan masalah besar bagi kaum Muslim. Kendati demikian, kata dia, hal itu tidak semestinya disikapi secara reaktif oleh umat.

"Apalagi, perselisihan akidah yang sifatnya internal sesama Muslim. Harusnya lebih bisa tidak menyebabkan kita berpecah," ujar Syekh Fakhruddin.

Sedangkan, zalim terhadap diri sendiri dan saudara sendiri merupakan dampak dari kezaliman pertama. Menurut dia, kezaliman-kezaliman itu menjatuhkan orang-orang pada kebodohan yang setidaknya terbagi menjadi tiga.

Pertama, kekeliruan terhadap pemaknaan ayat-ayat Alquran dan As-sunnah (hadis), lalu terhadap penghukuman realitas dengan dalil (ta'shil), dan terakhir kebodohan dalam menempatkan dalil dalam realita (tanzil). Tiga kebodohan itu yang menurutnya tengah menjadi 'hantu' tersendiri bagi sesama Muslim, ketika tidak menempatkan dalil pada konteks yang tepat.

Sekretaris Rabithah Ulama dan Dai Asia Tenggara, Ustaz Jeje Zaenudin, menjelaskan, dalam konteks keindonesiaan, perselisihan kerap muncul lantaran tidak ada kesamaan visi antara kepentingan pemerintah dan kepentingan dakwah. Karena itu, pertemuan ulama dan dai ini merupakan interaksi positif untuk gerakan dakwah dan kebijakan pemerintah.

"Jangan sampai gerakan dakwah dianggap bertentangan dengan kepentingan pemerintah. Sebaliknya, juga kebijakan pemerintah jangan sampai berdampak merugikan terhadap visi dan orientasi dakwah," kata Jejen saat berbincang dengan Republika.co.id di sela-sela acara.

Di tempat yang sama, Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang menjadi peserta dalam Pertemuan Ulama dan Dai, Mohammad Siddik, menekankan persatuan umat Islam tidak dapat dielakkan. Karena itu, menurut dia, sejak hari pertama pertemuan ini selalu menekankan tentang persatuan.

"Intinya yang dibahas dari kemarin, yaitu perintah berpegang teguhlah pada tali Allah dan jangan berpecah belah. Artinya dakwah ukhuwah," jelas Siddik.

Menurut dia, persatuan sangat penting untuk membuat kehidupan umat Islam lebih baik lagi. Seperti halnya di beberapa daerah yang umat Islamnya minoritas perlu dibantu bersama agar dapat beribadah dengan nyaman.

"Kemampuan kita kan nggak seluruhnya sehingga harus kerja sama. Umpamanya ada daerah minoritas di berbagai daerah dan itu juga perlu dibantu," katanya.

(republika.co.id)


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini