Awas! Perokok Vape Rentan Alami "Paru-paru Popcorn"

Redaksi Redaksi
Awas! Perokok Vape Rentan Alami "Paru-paru Popcorn"
Foto: detikcom

JAKARTA - Rokok elektrik, seperti vape dan pods, belum pudar popularitasnya. Hingga saat ini, tidak hanya Generasi Z, generasi millennial pun turut menggandrungi rokok elektrik yang sering kali disebut sebagai alternatif dan dinilai lebih aman daripada rokok konvensional.

Padahal, faktanya, likuid atau cairan yang digunakan untuk rokok elektronik mengandung nikotin, propilen glikol, hingga perasa tambahan ini sama berbahayanya dengan rokok konvensional. Bahkan, berdasarkan sebuah studi di Amerika, Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) menyebutkan bahwa rokok elektrik tanpa nikotin tetap bisa merusak paru-paru.

Perokok vape berisiko alami "Paru-paru Popcorn"

Mengutip laporan Hokpins Medicine, perokok vape berisiko mengalami penyakit yang disebut "Paru-paru Popcorn", yakni nama lain untuk penyakit bronchiolitis obliterans (BO), suatu kondisi langka yang diakibatkan oleh kerusakan saluran udara kecil di paru-paru.

Penyakit ini awalnya ditemukan ketika pekerja pabrik popcorn mulai sakit. Penyebab sakit mereka adalah diacetyl, bahan tambahan makanan yang digunakan untuk mensimulasikan rasa mentega dalam popcorn microwave.

Diacetyl juga sering ditambahkan ke cairan untuk vape guna meningkatkan rasa. Menghirup diacetyl menyebabkan peradangan dan dapat menyebabkan jaringan parut permanen di cabang terkecil saluran udara yang membuat sulit bernafas. Tidak ada pengobatan yang bisa menyembuhkan penyakit ini secara permanen.

Reaksi pembengkakan di paru-paru perokok vape

Melansir dari laman resmi Kemenkes RI, likuid tanpa nikotin yang digunakan pada vape atau pods masih menunjukkan reaksi pembengkakan dan kerusakan jaringan sekaligus mematikan sel-sel dalam tubuh. Jenis kerusakan sel tersebut dapat mengakibatkan sejumlah masalah paru-paru, seperti fibrosis, gangguan paru-paru obstruktif kronis, hingga asma.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebutkan, para pakar menemukan bahwa rokok elektronik dapat menimbulkan risiko tinggi terhadap kesehatan berupa komplikasi, seperti penyakit kardiovaskular yang meliputi jantung dan pembuluh darah, kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan, gangguan sistem imun tubuh, tuberkulosis atau TBC, hingga kerusakan sel.

"Beberapa penelitian di populasi menunjukkan bahwa rokok elektrik menyebabkan iritasi saluran nafas, meningkatkan gejala pernafasan, risiko bronkitis, asma, serta risiko bronkiolitis obliterans dan infeksi paru-paru," sebut Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr Agus Dwi Susanto, dikutip dari laman resmi Kemenkes RI.

Berbeda dengan rokok konvensional, cara bekerja rokok elektrik adalah dengan mengubah likuid yang ditambahkan ke dalam perangkat menjadi uap melalui proses pemanasan. Bahan diacetyl yang ditambahkan pada likuid rokok elektrik sebagai penguat rasa dapat menyebabkan munculnya risiko Popcorn Lung atau kondisi saluran udara di paru-paru mengecil. Bila bahan ini terlalu sering dihirup dalam kurun waktu yang lama maka risiko terjangkit bronchiolitis obliterans semakin tinggi.

Berdasarkan statistik dari Data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang dirilis Kemenkes RI, pengguna rokok elektrik di Indonesia meningkat hingga 10 kali lipat. Menurut data tersebut, pada 2011 jumlah pengguna rokok elektrik di Indonesia hanya 0.3 persen. Namun, angka tersebut melonjak menjadi 3 persen pada 2021.

(sumber: CNBCIndonesia.com)


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini