Megathrust Tunggu Waktu Hantam Jawa dan Sumatra? Begini Penjelasan Ahli

Redaksi Redaksi
Megathrust Tunggu Waktu Hantam Jawa dan Sumatra? Begini Penjelasan Ahli
Foto: Peta Megathrust Ancam RI. (Dok. BMKG)

JAKARTA - Kabar ancaman megathrust mengintai wilayah RI, bahkan disebut "tunggu waktu" kini jadi sorotan. Kabar ini memang memicu kehebohan setelah ilmuwan Jepang mengaku khawatir pascaguncangan gempa M7,1 yang terjadi di Megathrust Nankai Jepang Selatan pada Jumat 8 Agustus 2024 pukul 14.42.58 WIB.

Meski sebenarnya, pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukanlah hal baru. Bahkan, Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengaku, pembahasan ini sudah lama dilakukan, sejak sebelum terjadi Gempa dan Tsunami Aceh tahun 2004.

Di sisi lain, kehebohan ancaman megathrust ini terjadi berawal dari pernyataan Daryono yang mengungkapkan adanya potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut yang "tinggal tunggu waktu". Kedua zona ini adalah bagian dari 13 segmen megathrust yang mengelilingi Indonesia.

Dalam hal ini, "tinggal tunggu waktu" yang dimaksud adalah karena di kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar. Artinya, bukan berarti gempa itu akan terjadi dalam waktu dekat.

Lantas, dari pandangan ahli geologi, bagaimana sebenarnya potensi megathrust di Indonesia? Mengingat, gempa ini disebut bisa memicu bencana besar, dengan prediksi terburuk berkekuatan lebih dari M8 hingga memicu tsunami.

Independent Geologist Awang Satyana mengatakan, validitas analisis potensi gempa antara barat Sumatra dan selatan Jawa tidak bisa disamakan. Hal itu disampaikannya dalam Webinar Waspada Gempa Megathrust yang digelar Departemen Teknik Geofisika ITS bekerja sama dengan PVMBG - U-INSPIRE - IAGI secara online, Kamis (20/8/2024).

Dari hasil penelusurannya, ada perbedaan kekuatan gempa yang terjadi di Sumatra dan Jawa, berdasarkan rekaman data yang tersedia. Yang menunjukkan rentetan gempa kekuatan lebih dari M7 di Jawa memang sudah beberapa kali terjadi. Di sisi lain, Awang mengungkapkan, ketersediaan data dari bawah laut selatan Jawa juga terbatas. Sehingga, dia mengingatkan, agar analisis dan simulasi yang dilakukan memperhitungkan faktor itu.

Tak hanya itu, Awang juga mengingatkan ada faktor-faktor lain yang memengaruhi kekuatan gempa. Bisa saja, jelasnya, terjadi rilis-rilis energi yang diakibatkan gempa-gempa dipicu oleh sesar-sesar normal. Yang kemudian bisa mengurangi atau menekan kekuatan tidak sekaligus dilepaskan.

Karena itu, dia mengatakan, di pulau Jawa memang diketahui ancaman megathrust dengan kekuatan gempa lebih dari M7 nyata dan sudah terjadi. Namun, imbuh dia, untuk membuat gempa berkekuatan sampai M8, atau bahkan M9 seperti disimulasikan, tidak mudah seperti di barat Sumatra.

Kesiapan Pemerintah

Meski begitu, kata dia, pandangan itu memang tidak bisa diaplikasikan dari sisi pemerintah.

"Validitas analisis potensi gempa antara barat Sumatra dan selatan Jawa tidak bisa disamakan. Yang barat Sumatra jauh lebih valid dibandingkan selatan Jawa. Karena kita kekurangan data. Itu harus kita akui. Data jaringan seismometer dan GPS dasar laut diperlukan untuk penelitian dan mitigasi lebih lanjut/ akurat," katanya, dikutip Selasa (26/8/2024).

"Tapi, kalau dari sisi pemerintah, prepare for the worst. Jadi, apa yang saya katakan itu tidak bisa dipakai pemerintah. Karena mereka harus menyiapkan yang hal terbaik. Jadi yang terburuklah skenario yang mereka pakai," ujar Awang.

Dia mengaku hanya mengungkapkan fakta-fakta yang ada.

"Akibatnya, apa? Bagaimana dengan Sunda Strait dan Jawa megathrust? The worst is yet to come, tinggal tunggu waktu? Belum tentu menurut saya," sebutnya.

"Kalau saya berpendapat begini. Tidak terjadi, saya juga tidak tahu. Kalau saya ngomong gini, jumawa ya. It hard to come, sulit terjadi. Dan ini data geologi ya, kemudian data rekaman gempa selama 125 tahun terakhir. Itu tidak menunjukkan hal-hal seperti itu terjadi," kata Awang.(sumber)


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini