JAKARTA - Situs 1 Day Sooner mengumpulkan orang-orang yang secara sukarela diinfeksi virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Situs ini mengumpulkan para sukarelawan dengan tujuan mempercepat penemuan vaksin Covid-19.
Metode ini dinamakan `human challenge trial` (HCT) atau tantangan uji coba tantangan manusia. Metode ini disebut kontroversial karena menguji vaksin yang dengan sengaja menginfeksi orang dengan virus SARS-CoV-2 yang telah membunuh lebih dari 270 ribu orang di seluruh dunia.
Hingga saat ini, situs 1 Day Sooner telah mengumpulkan 16.213 sukarelawan dari 102 negara.
Dalam sejarah sebuah pandemi penyakit baru, vaksin membutuhkan waktu lebih dari satu dekade untuk dikembangkan dan diuji. Oleh karena itu ahli epidemiologi dan vaksin terkemuka di dunia baru-baru ini menganjurkan metode HTC untuk mempercepat proses tersebut dalam sebuah studi.
Direktur Population-Level Bioethics di Rutgers University, Nir Eyal dan rekan penulisnya memprediksikan bahwa dengan desain yang cermat dan persetujuan, metode vaksin dapat ditemukan berbulan-bulan lebih cepat dan dapat menyelamatkan ribuan nyawa.
Situs 1 Day Sooner bahkan mengatakan percepatan penemuan hari 1 hari bisa menyelamatkan 7,1 ribu nyawa, 1 minggu menyelamatkan 55 ribu nyawa, 1 bulan menyelamatkan 220 ribu nyawa, dan 3 bulan bisa menyelamatkan setengah juta nyawa.
Dilansir dari NBC, metode ini bahkan telah disetujui oleh beberapa politisi. Nyatanya, 16.213 ribu sukarelawan dari 102 negara telah mendaftar dalam metode ini.
Proses HCT dan Perbedaannya Dengan Uji Klinis Standar
Dilansir dari situs 1 Day Sooner, pertama-tama vaksin dibuat di laboratorium dan dikembangkan melalui kombinasi evaluasi pra-klinis dan tiga fase uji klinis vaksin yang menguji keamanan dan kemanjurannya. Fase uji klinis HCT, sama dengan uji klinis standar.
Perbedannya berada di fase III di mana sukarelawan HCT akan diisolasi dan diamati, sementara sukarelawan uji klinis standar dipulangkan ke rumah masing-masing.
Sukarelawan HCT akan menerima kandidat vaksin tersebut (plasebo). Setelah vaksin mulai bekerja, sukarelawan akan dipaparkan virus SARS-CoV-2. Sukarelawan akan diisolasi dan akan mendapatkan pengobatan terbaik yang ada apabila menimbulkan gejala.
Berbeda dengan fase III uji standar yang memulangkan sukarelawan ke rumah masing-masing dan menjalani kehidupan normal sehari-hari untuk menguji vaksin di dunia nyata.
Tahap akhir pengujian vaksin biasanya membutuhkan pelacakan hingga puluhan ribu orang untuk melihat siapa yang terinfeksi dalam kehidupan sehari-hari mereka, kadang-kadang selama beberapa tahun.
Di HCT, paparan virus ini telah dijamin dan dibuat seminimal mungkin. Oleh karena itu, HCT bisa menilai kemanjuran kandidat vaksin lebih cepat dan dengan peserta yang jauh lebih sedikit daripada uji fase III standar.
Tes HCT memungkinkan ilmuwan untuk lebih cepat menyingkirkan kandidat vaksin yang mengecewakan atau mempromosikan pengembangan kandidat yang menjanjikan dalam hubungannya dengan studi fase III standar.
Dengan mengumpulkan data terperinci tentang proses infeksi dan perlindungan vaksin dalam pengaturan klinis. Para peneliti dapat mempelajari informasi yang terbukti sangat berguna untuk vaksin yang lebih luas dan upaya pengembangan terapi.
Secara keseluruhan, ada skenario di mana kecepatan dan kekayaan data HCT dapat mempercepat pengembangan vaksin Covid-19 .
Dalam uji fase III standar, setelah menerima perawatan, peserta kembali ke rumah mereka dan kehidupan normal sehari-hari untuk menguji perawatan dalam kondisi dunia nyata.
Karena hanya sebagian kecil dari peserta ini dapat mengalami penyakit ini, mungkin diperlukan banyak peserta dan banyak waktu untuk uji coba ini untuk mengungkapkan perbedaan antara kelompok vaksin yang imun dengan kelompok vaksin yang tidak imun.
Vaksin merupakan jalan keluar agar pemerintahan di berbagai negara membuka sistem lockdown atau social distancing. Akan solusi tersebut diramalkan membutuhkan waktu satu tahun hingga 18 bulan.
Ramalan ini membuat social distancing diperkirakan bisa terjadi hingga 2022. Bahkan gelombang kedua pandemi Covid-19 yang lebih buruk bisa terjadi di musim dingin.
(CNNIndonesia.com)