Pada pertemuan selanjutnya, mantan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana menyampaikan perusahaannya bersedia bergabung di Konsorsium PNRI. Andi Agustinus, Paulus Tannos dan Isnu Edhi menyampaikan jika ingin bergabung dengan Konsorsium PNRI, maka ada komitmen fee untuk pihak di DPR RI, Kemendagri dan pihak lain.
Saut mengatakan Isnu Edhi juga sempat menemui Ketua Tim Teknis BPPT Husni Fahmi untuk konsultasi masalah teknologi, dikarenakan BPPT sebelumnya melakukan uji petik e-KTP pada 2009. Isnu Edhi bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp5,8 Triliun.
Pada 30 Juni 2011, konsorsium PNRI dimenangkan sebagai pelaksana pekerjaan penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara nasional (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, Manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp137,98 Milyar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 Milyar terkait proyek EKTP ini," kata Saut.
Terkait peran Husni Fahmi, Saut memaparkan sebelum proyek e-KTP dimulai pada 2011, tersangka Husni diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor. Padahal, ujar Saut Husni, dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang.
"HSF (Husni Fahmi) ikut dalam pertemuan di Hotel Sultan bersama Irman, Sugiharti, Andi Agustinus. Dalam pertemuan tersebut diduga terjadi pembahasan tentang proyek e-KTP yang anggaran dan tempatnya akan disediakan oleh Andi Agustinus," ucap Saut.
Dalam pertemuan tersebut, kata Saut, Husni diduga ikut mengubah spesifikasi, Rencana Anggaran Biaya, dengan tujuan peningkatan harga (mark up) anggaran. Setelah itu, Husni Fahmi sering melapor terhadap Sugiharto.
Husni, dalam kasus ini diberi tugas berhubungan dengan vendor dalam hal teknis proyek e-KTP. Ia juga pernah diminta Irman untuk mengawal konsorsium, yakni PNRI, Astragraphia, dan Murakabi Sejahtera. Husni ditugaskan untuk membenahi administrasi supaya konsorsium itu dipastikan lolos dan ditunjuk menggarap proyek e-KTP.
Husni Fahmi juga diduga tetap meluluskan tiga konsorsium, meskipun ketiganya tidak tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware Security Modul (HSM) dan Key Management System (KMS).
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, tersangka HFS diduga diperkaya US$20 ribu dan Rp10 juta," kata Saut.
Terakhir, peran tersangka Paulus Tannos bermula sebelum proyek e-KTP dimulai pada 2011. Paulus Tannos diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor termasuk dan tersangka Husni dan Isnu Edhi di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Padahal Husni dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang.
Pertemuan-pertemuan tersebut, kata Saut, berlangsung selama kurang-lebih 10 bulan. Dari pertemuan itu dihasilkan sejumlah output di antaranya, Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Penyusunan HPS ini pada yang pada 11 Februari 2011 ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri.
Paulus Tannos juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Narogong, Almarhum Johannes Marliem, dan Isnu Edhi untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen.
Pada pertemuan itu juga sekaligus soal skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto PT. Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 Milyar terkait proyek e-KTP ini," kata Saut.
Atas perbuatannya tersebut keempat tersangka disangkakan melanggar melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(cnnindonesia.com)