Ada Kode ‘Uang Jajan’ di Kasus Mega Korupsi e-KTP

Redaksi Redaksi
Ada Kode ‘Uang Jajan’ di Kasus Mega Korupsi e-KTP
(CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan pers di kantornya, Jakarta.

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan empat orang tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Salah satu tersangka menggunakan kode 'uang jajan' untuk meminta uang kepada Irman, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri saat itu.

Mereka adalah Anggota DPR RI Fraksi Partia Hanura Miriam S. Hariyani, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI dan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik PNS BPPT Husni Fahmi, dan Direktur Utama PT. Sandipala Arthaputra Paulus Tannos.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang merinci peran empat tersangka baru dalam kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.

Pertama terkait peran Miriam pada Mei 2011. Setelah Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR RI dan Kemendagri, ia meminta US$100 ribu kepada Irman untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah.

Permintaan itu, kata Saut, disanggupi. Transaksi pun dilakukan di sebuah SPBU di Pancoran, Jakarta Selatan melalui perwakilan Miriam.

"Tersangka MSH (Miriam S. Haryani) juga meminta uang dengan kode 'uang jajan' kepada Irman sebagai Dirjen Dukcapil yang menangani e-KTP. Permintaan uang tersebut ia atas namakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses," kata Saut di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (13/8).

Saut menyebutkan dalam kurun 2011-2012, Miriam diduga menerima uang beberapa kali dari Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto.

"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, MSH diduga diperkaya US$1,2 juta terkait proyek e-KTP," katanya.

Terkait peran Isnu Edhi Wijaya Saut mengatakan awalnya pada Februari 2011, setelah ada kepastian dibentuknya beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang e-KTP, pengusaha Andi Agustinus dan Isnu menemui Irman dan Sugiharto agar salah satu dari konsorsium dapat memenangkan proyek e-KTP. Atas permintaan tersebut, Irman menyetujui dan meminta komitmen pemberian uang kepada anggota DPR RI.

"Kemudian tersangka ISE (Isnu Edhi Wijaya), tersangka Paulus Tannos, dan perwakilan vendor-vendor lainnya membentuk Konsorsium PNRI," kata Saut.

Akhirnya pemimpin konsorsium disepakati berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PNRI. Hal itu bertujuan agar konsorsium ini mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang Pekerjaan Penerapan KTP Elektronik.

Miryam S. Haryani (kiri) disebut meminta uang dengan kode 'uang jajan' kepada Irman sebagai Dirjen Dukcapil yang menangani e-KTP. (CNN Indonesia/Andry Novelino)


Pada pertemuan selanjutnya, mantan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana menyampaikan perusahaannya bersedia bergabung di Konsorsium PNRI. Andi Agustinus, Paulus Tannos dan Isnu Edhi menyampaikan jika ingin bergabung dengan Konsorsium PNRI, maka ada komitmen fee untuk pihak di DPR RI, Kemendagri dan pihak lain.

Saut mengatakan Isnu Edhi juga sempat menemui Ketua Tim Teknis BPPT Husni Fahmi untuk konsultasi masalah teknologi, dikarenakan BPPT sebelumnya melakukan uji petik e-KTP pada 2009. Isnu Edhi bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp5,8 Triliun.

Pada 30 Juni 2011, konsorsium PNRI dimenangkan sebagai pelaksana pekerjaan penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara nasional (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012.

"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, Manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp137,98 Milyar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 Milyar terkait proyek EKTP ini," kata Saut.

Terkait peran Husni Fahmi, Saut memaparkan sebelum proyek e-KTP dimulai pada 2011, tersangka Husni diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor. Padahal, ujar Saut Husni, dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang.

"HSF (Husni Fahmi) ikut dalam pertemuan di Hotel Sultan bersama Irman, Sugiharti, Andi Agustinus. Dalam pertemuan tersebut diduga terjadi pembahasan tentang proyek e-KTP yang anggaran dan tempatnya akan disediakan oleh Andi Agustinus," ucap Saut.

Dalam pertemuan tersebut, kata Saut, Husni diduga ikut mengubah spesifikasi, Rencana Anggaran Biaya, dengan tujuan peningkatan harga (mark up) anggaran. Setelah itu, Husni Fahmi sering melapor terhadap Sugiharto.

Husni, dalam kasus ini diberi tugas berhubungan dengan vendor dalam hal teknis proyek e-KTP. Ia juga pernah diminta Irman untuk mengawal konsorsium, yakni PNRI, Astragraphia, dan Murakabi Sejahtera. Husni ditugaskan untuk membenahi administrasi supaya konsorsium itu dipastikan lolos dan ditunjuk menggarap proyek e-KTP.

Husni Fahmi juga diduga tetap meluluskan tiga konsorsium, meskipun ketiganya tidak tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware Security Modul (HSM) dan Key Management System (KMS).

"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, tersangka HFS diduga diperkaya US$20 ribu dan Rp10 juta," kata Saut.

Terakhir, peran tersangka Paulus Tannos bermula sebelum proyek e-KTP dimulai pada 2011. Paulus Tannos diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor termasuk dan tersangka Husni dan Isnu Edhi di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Padahal Husni dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang.

Pertemuan-pertemuan tersebut, kata Saut, berlangsung selama kurang-lebih 10 bulan. Dari pertemuan itu dihasilkan sejumlah output di antaranya, Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Penyusunan HPS ini pada yang pada 11 Februari 2011 ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri.

Paulus Tannos juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Narogong, Almarhum Johannes Marliem, dan Isnu Edhi untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen.

Pada pertemuan itu juga sekaligus soal skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat Kementerian Dalam Negeri. 

"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto PT. Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 Milyar terkait proyek e-KTP ini," kata Saut.

Atas perbuatannya tersebut keempat tersangka disangkakan melanggar melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

(cnnindonesia.com)


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini