Nasib Anak Kos Tak Bisa Mudik: Sahur Makan Mi Pakai Nasi

Redaksi Redaksi
Nasib Anak Kos Tak Bisa Mudik: Sahur Makan Mi Pakai Nasi
(Foto: CNN Indonesia/Elise Dwi Ratnasari)
Ilustrasi mi. Salam (23) yang tak bisa mudik karena larangan pemerintah terpaksa menghabiskan Ramadan sendirian di kamar kos Jakarta, mungkin juga sampai Idulfitri nanti.

JAKARTA - Suara teriakan Ibu dan pintu yang digedor-gedor saat sahur menjadi hal kecil yang dirindukan Salam (23) belakangan ini.

Salam yang tak bisa mudik karena larangan dari pemerintah terpaksa menghabiskan waktunya pada Ramadan kali ini sendirian di kamar kos di Jakarta--mungkin juga sampai perayaan Idulfitri mendatang.

"Enggak jauh sebenarnya cuma pulang ke Banten, tapi khawatir karena corona ini, jadi bagusnya diminta enggak usah pulang," kata dia saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Selasa (5/4) malam.

Diakui Salam, selama menunaikan ibadah puasa di perantauan, sebagai anak kos dia harus mencari sendiri makanan untuk sahur pada dini hari. Tapi, ramadan kali ini berbeda, karena penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menanggulangi virus corona (Covid-19).

Salam bercerita, suatu waktu pada awal Ramadan, Salam keluar dini hari guna membeli makan buat sahur. Kala itu dia berniat membeli makanan di warteg yang berada tak jauh dari kosnya.

Namun rupanya warteg yang berada di sekitar kosnya tutup.

"Di sekitar sini sebenarnya ada beberapa warteg, ternyata pas sahur enggak buka, ada yang pulkam juga kayaknya," kata dia.

Akhirnya, karena perut lapar dan bayangan puasa siang hari, ia kembali ke kos dan mengambil sepeda motor untuk mencari warung makan yang masih buka.

Setelah 15 menit berkeliling memacu kuda besi, ia mendapati satu warteg yang buka. Di warteg tersebut sudah dipenuhi orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengannya.

"Ada warungnya yang buka, cukup ramai antre, waktu itu saya tunggu aja, malas muter nyari lagi," ujar Salam.

Saat itu setelah menunggu beberapa waktu, ia pulang ke kos dengan menenteng sebungkus nasi dengan lauk ikan bandeng untuk santap sahur.

Belajar dari apa yang terjadi pada awal Ramadan tahun ini tersebut, selanjutnya Salam mempersiapkan makanan untuk santap sahur pada malam harinya.

Warga makan di sebuah warteg di kawasan Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, 28 Maret 2020. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Sempat terlintas keinginannya untuk memanfaatkan jasa ojek online saat sahur, namun tak jadi demi penghematan.

Ia belakangan memanfaatkan penanak dan penghangat nasi (rice cooker) yang dimilikinya. Tak hanya untuk memasak nasi, Salam memanfaatkannya juga untuk mengolah lauk pauk pendamping nasi.

"Lebih sering masak mi (instan), telur, makan pakai nasi. Tapi juga pernah beli lauknya dari setelah buka puasa, terus makannya pas sahur," kata dia

Tidak hanya berbeda kebiasaan dan menu saat sahur saja, sebagai anak kos yang jauh dari orang tua, kesiangan saat sahur pun pernah dirasakannya. 

Ia masih mengingat, saat itu, seharusnya, sahur untuk puasa Ramadan hari ke enam.

Pada hari-hari sebelumnya, untuk menunggu waktu sahur, Salam kerap begadang sembari menonton. Namun pada 6 Ramadan itu, sekitar pukul setengah 1 dinihari, ia tertidur sebelum sempat menyantap makanan untuk sahur.

Apesnya saat terbangun, Salam melihat jam sudah menunjukkan pukul 06.30 WIB. Sudah dua jam lebih dari waktu imsak di Jakarta.

"Dengar suara anak-anak yang lain bangunin, cuma ya gitu. Untungnya waktu hari itu aktivitas tidak terlalu berat," ucap dia. 

(CNNIndonesia.com)


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini