JAKARTA - Pertempuran para tenaga medis nasional yang berada di garda depan untuk mencegah penyebaran virus corona ibarat kisah perang badar.
Musuh yang dihadapi teramat besar dan berbahaya, sementara pasukan yang maju tak sebanding jumlahnya. Meski begitu, para tenaga medis ini tetap berjuang habis-habisan dengan nyawa dan kesehatan mereka menjadi risikonya.
"Saya khawatir tidak bisa menjawab, kelelahan."
Begitu jawaban dr Fariz Nurwidya saat CNBC Indonesia meminta waktu untuk wawancara panggilan telepon, pada Selasa (17/3/2020).
Sebagai ahli dan spesialis paru, Fariz merupakan salah satu dokter yang beberapa hari ini tak beristirahat dari medan pertempuran untuk merawat dan berusaha menyembuhkan pasien Covid-19.
Kepada CNBC Indonesia, ia mengungkap dan meminta menyampaikan kondisi yang ia alami dan rekan-rekan sejawatnya di lapangan dalam memerangi virus berbahaya ini.
"Tolong sampaikan ke rekan-rekan, ini tenaga medis butuh doa dan dukungan. Semua kelelahan dan mulai dirumahkan satu per satu," ujarnya.
Kondisi kelelahan yang luar biasa ini disebabkan oleh minimnya ketersediaan sumber daya, baik dari sisi tenaga maupun sarana dan prasarana untuk pengobatan pasien.
"Kurang personil, kurang ventilator, kurang APD (Alat Pelindung Diri)," tulisnya.
Saking minimnya ketersediaan APD, para dokter ini bahkan kekurangan masker untuk melindungi mereka. Padahal profesi mereka cukup rentan karena berinteraksi langsung dengan pasien covid 19. Bantuan sekecil apapun, kini diterima dengan sukarela oleh para dokter yang bertugas.
CNBC Indonesia pun menerima beberapa pesan singkat viral soal gerakan-gerakan masyarakat yang berusaha membantu para tenaga medis ini menyediakan APD. Mulai dari alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) atau kelompok masyarakat independen yang membuka gerakan penggalangan dana di situs Kitabisa.com
Segala gerakan ini, membuat banyak yang bertanya-tanya kemana pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan?
Soal minimnya sumber daya, juga terlihat di media sosial dengan viralnya sosok dokter Handoko Gunawan. Pria berusia 80 tahun yang tetap terjun membantu rekan sejawatnya, meski sangat rentan untuk kesehatannya. Terakhir, kondisi dokter Handoko diketahui juga kelelahan dan terpaksa masuk ke ruang perawatan.
Risiko Bertaruh Nyawa
Handoko tak semestinya terjun ke lapangan lagi, begitu juga dengan Fariz yang seharusnya tak perlu khawatir.
Masalah lelah merupakan hal yang dihadapi oleh para tenaga medis di seluruh dunia, namun setidaknya para dokter dan perawat di negara-negara lain mendapatkan alat perlindungan yang memadai agar mereka bisa bekerja optimal.
Masih segar di ingatan ketika Juru Bicara Pemerintah untuk Covid 19 Achmad Yurianto tak menyangkal saat ditanya apakah ada tenaga medis yang terinfeksi corona dan meninggal karena penyakit tersebut. "Ada," jawab Yuri sangat singkat, pada Sabtu pekan lalu.
Yuri enggan membuka rinci data tenaga medis yang meninggal karena pengabdiannya, di mana atau bahkan untuk nomor indeks kasusnya. Ia hanya bilang bahwa petugas tersebut wafat pada hari Jumat 13 Maret 2020.
Informasi awal adanya petugas medis yang meninggal diterima oleh media justru dari keterangan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Dokter dan perawat sudah bekerja nonstop. Sebagian dari mereka sudah tertular. Semoga mereka tetap sehat dan bisa menjalankan tugas sebaik-baiknya," kata Anies.
Protes Para Dokter & Peringatan dari Jusuf Kalla
Melihat perjuangan para dokter dan perawat di garis depan yang penuh risiko dan mulai kewalahan, aliansi praktisi medis dan beberapa asosiasi pun buka suara dan membuat permintaan tegas ke Presiden Joko Widodo.
Mengutip akun Instagram @Mestyariotedjo , para tenaga medis ini dibuat bingung dengan banyaknya sumber informasi, banyaknya suara, dan ketidaktegasan.
"Maka kami bersatu dan berkolaborasi, menyuarakan apa yang nyata terjadi, dan menyusun Rekomendasi Strategi Penanganan COVID-19 kepada Pak @jokowi dan pemerintah," tulis Mesty yang merupakan dokter sekaligus pendiri start-up Wecare.id di akun instagram, Selasa (17/3/2020).
Berikut beberapa rekomendasi para tenaga medis tersebut.
1. Memperkuat koordinasi dan komunikasi antar pemerintah dengan masyarakat.
2. Memastikan akses informasi dan data sebagai dasar pengambilan keputusan.
3. Memastikan tersedianya dukungan teknis pelaksanaan penanganan Covid 19
4. Memastikan tersedianya layanan kesehatan yang optimal dan aman
5. Memastikan pengendalian kasus Covid 19 melalui skrining massif, pembatasan sosial, dan karantina diri
6. Pembatasan sosial berupa lockdown dengan modifikasi atau aturan yang diperjelas dan tegas di daerah prioritas seperti di DKI Jakarta saat ini
7. Memastikan upaya mitigasi dampak dan penggunaan teknologi dalam penanganan covid 19
Bukan cuma asosiasi , mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pun ikut mewanti-wanti soal kondisi tenaga medis RI yang memprihatinkan dari sisi ketersediaan sumber daya sampai alat perlindungan.
"Masih banyak langkah ke depan, kita masih perlu rumah sakit khusus, perlu dokter banyak, peralatan lebih banyak, tenaga lebih banyak, obat lebih banyak, dan relawan lebih banyak," ujar JK saat dijumpai di Menara Kadin, Selasa (17/3/2020).
Ia mengatakan kondisi ke depan bisa lebih buruk dari hari ini. Data Kementerian Kesehatan sampai hari ini sudah terdapat 172 kasus positif Covid 19. Ia memproyeksi, pertumbuhan penambahan pasien bisa mencapai 30% sehari.
"Ini tidak main-main, hari ini orang lain besok di antara kita ada yang kena. Kalau ada 1 yang kena di sini 20 orang bisa kena. Makanya upaya bersama perlu."
Angka pasien positif hari ini, kata dia, itupun dari hasil pemeriksaan terbatas. Jika yang dites atau diperiksa bisa mencapai 10 ribu atau 20 ribu, diyakini jumlahnya bisa melonjak lagi.
"Yang diperiksa baru 1200 orang udah kena 174. Bagaimana kalau diperiksa 200 ribu kaya di Korea. Atau 100 ribu aja berapa yang bisa kena? Sekarang ini memang masih 100 lebih karena memang yg diperiksa hanya tidak banyak," tegas JK dengan nada yang agak meninggi.
Mengutip riset New York Times, perlu dicatat pemerintah bahwa pekerja medis adalah orang yang paling berisiko tertular dan terinfeksi virus corona. "Mereka bekerja dekat dengan pasien, dan banyak diantaranya harus dikarantina karena terkena virus tersebut."
Sebelum semuanya menjadi lebih buruk, sudah selayaknya Kementerian Kesehatan mengambil tindakan dan kebijakan cepat untuk melindungi para pejuang di garda depan ini. Jangan sampai, tenaga medis yang kami cintai berjuang hanya dengan modal tekad, doa, dan menunggu keajaiban. Rakyat sudah mulai bergerak mandiri untuk membantu para tenaga medis, pemerintah jangan sampai kalah.
(CNBCIndonesia.com)