JAKARTA - Rencana hengkangnya dua perusahaan minyak dan gas (migas) global seperti Chevron Indonesia dan Shell Indonesia dari proyek strategis migas nasional tidak serta merta bisa langsung diambil alih perusahaan migas dalam negeri.
Pasalnya, keterbatasan dana perusahaan migas nasional menjadi kendala utama dalam mengelola proyek migas skala raksasa tersebut. Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal saat diwawancara CNBC Indonesia, Senin (10/08/2020).
Seperti diketahui, Chevron Indonesia dan Shell Indonesia tengah melakukan evaluasi kepemilikan saham, pengoperasian dan mencari investor pengganti untuk mengembangkan proyek strategis nasional masing-masing di Indonesia Deep Water Development (IDD) di Kutai Basin, Kalimantan Timur, dan Blok Masela, Laut Arafuru, Maluku.
"Sangat tidak mudah. Terus terang ini bukan proyek medium size atau small size. Ini giant project dan butuh dana miliaran dolar. Tidak banyak perusahaan migas di Indonesia yang bisa memenuhi kebutuhan investasi sebesar itu," tutur Moshe.
Namun, menurutnya, bukan hal mustahil ini bisa dikelola perusahaan migas nasional. Menurutnya ini bisa diusahakan dengan membentuk konsorsium sejumlah perusahaan migas nasional agar bisa turut mengelola blok migas raksasa tersebut.
"Butuh konsorsium perusahaan nasional untuk ambil alih peran Chevron dan Shell dalam mengelola dan mendanai proyek sebesar ini," ungkapnya.
Namun demikian, dia sangat menyayangkan rencana hengkangnya Shell dan Chevron dari proyek migas raksasa ini. Rencana hengkangnya kedua perusahaan migas global dari proyek migas nasional ini menurutnya tak lain karena kurang kompetitifnya kebijakan fiskal dan regulasi di negara ini dibandingkan di negara lainnya. Akibatnya, perusahaan global tersebut pasti akan memilih portofolio yang lebih menguntungkan bagi perusahaan.
"Pemerintah harus sadar akan itu. Melihat situasi kondisi akan membandingkan negara kita dengan negara lain, dari sisi fiskalnya, regulasi, dari sisi iklim investasinya. Jadi yang dilihat investor adalah satu, keekonomiannya, dan penting juga bagaimana stabilitas fiskalnya, stabilitas politik, dan sebagainya," ujarnya.
Meski kini industri hulu migas juga tengah melesu terutama karena turunnya harga minyak dan turunnya permintaan akibat pandemi Covid-19, namun dia mengatakan krisis di industri migas beberapa tahun sebelum ini juga pernah beberapa kali terjadi yakni pada 2008 dan 2014. Meski memang, dia mengakui, kondisi saat ini adalah yang paling berat karena dipicu beberapa faktor, tidak hanya harga.
Melihat kondisi ini menurutnya pemerintah mestinya harus bisa responsif dengan memberikan insentif untuk membantu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) besar tetap menjaga investasinya di Indonesia.
Sebelumnya, Plt. Direktur Jenderal Migas Ego Syahrial mengatakan perkembangan proyek gas Abadi, Blok Masela saat ini sedang proses pembukaan data (open data) di mana sudah ada 32 calon yang berminat untuk mengetahui potensi Blok Masela dan menggantikan Shell di Blok Masela.
"Lagi proses open data, ada 32 calon yang sedang dalam proses open data. Tentunya pemerintah kita cari yang kompeten ya terbaik aja," kata Ego di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (05/08/2020).
Ego menyebut perusahaan yang akan masuk dipastikan adalah perusahaan besar. Namun sayangnya ia tidak mau menyebut apakah perusahaan tersebut dari dalam atau luar negeri.
"Kita tidak tahu apakah (perusahaan) dalam dan luar negeri, cuma kalau kita bicara 32, mengertilah. Artinya, kalau pun ada yang dalam negeri mungkin berapa biji. Siapa yang besar-besar, seperti Pertamina, Medco," jelasnya.
Kemudian, untuk proyek IDD, ia menyebut sudah sangat jelas bahwa saat Chevron Pacific Indonesia (CPI) mengalihkan Blok Rokan ke Pertamina pada 2021 mendatang, maka mereka juga akan melepaskan proyek IDD.
"IDD sudah jelas lah, Chevron kan satu paket dengan Rokan. Kira-kira gitu jawabannya. Kalau dia sudah ini (alih kelola Blok Rokan), artinya dia bareng (melepas IDD bersamaan dengan pengalihan) Rokan," katanya.
Ego menyebut Chevron menawarkan proyek ini ke kontraktor migas raksasa asal Italia yakni Eni. "Ya tidak tahu, pokoknya mereka saling menawarkan diri, yang saya tahu Chevron tawarkan diri. Kita tunggu saja," katanya.
(CNBCIndonesia.com)