Kemampuan Bayar Utang Luar Negeri Indonesia Menurun

Redaksi Redaksi
Kemampuan Bayar Utang Luar Negeri Indonesia Menurun
ilustrasi okezone

JAKARTA - Pada APBNP 2016, pemerintah mematok defisit sebesar Rp 297 triliun atau 2.35% terhadap PDB. Angka ini berpotensi melebar lebih dari 2,5%. Indikasinya, realisasi pembiayaan pemerintah hingga Oktober telah mencapai Rp395,3 triliun, jauh melampaui yang telah ditargetkan dalam APBN-P 2016 (Rp296,7 triliun). 

Besarnya defisit ini berimplikasi pada meningkatnya stok utang pemerintah yang telah mencapai Rp3.444 triliun pada bulan Oktober 2016. Angka ini meningkat 8,9% dibanding akhir tahun lalu yang mencapai Rp3.165 triliun.

Namun, menurut Direktur CORE Indonesia Mohammad Faisal, kemampuan Indonesia untuk membayar utang luar negeri semakin berkurang. Bahkan, meningkatnya penerbitan obligasi pemerintah di pasar modal yang berpotensi mengurangi pasokan likuiditas di pasar modal. 

"Padahal, Debt-Service Ratio (DSR) atau perbandingan antara nilai pembayaran utang luar negeri (pokok dan bunga) dengan nilai ekspor barang dan jasa, selama ini juga terus menunjukkan tren peningkatan. Artinya, kemampuan penerimaan ekspor untuk membayar utang luar negeri semakin lama semakin berkurang," ujarnya di Kantor CORE Indonesia, Jakarta, Selasa (20/12/2016). 

Menurut catatan CORE, tingkat Debt Service Ratio Indonesia pada kuartal II-2016 sudah mencapai 66%. Angka ini telah melampaui batas kewajaran DSR yang ditetapkan oleh IMF yaitu 30%-33%. 

Sementara itu defisit keseimbangan primer, yang menggambarkan penerimaan negara dikurangi belanja di luar bunga utang, hingga Oktober telah mencapai Rp111 triliun, melampaui yang ditetapkan dalam APBN-P 2016 sebesar 106 triliun. Defisit keseimbangan primer dalam APBN sudah mulai terjadi sejak tahun 2012, dan terus melebar hingga mencapai puncaknya pada tahun 2015 sebesar Rp142 triliun. 

Hal ini tentunya dapat berdampak pada pembiayaan jangka panjang pemerintah. Padahal, butuh dana tambahan untuk membangun infrastruktur. 

Tak hanya itu, menurut Ekonom CORE Indonesia Akhmad Akbar Susamto, keadaan ini juga dipersulit oleh paket kebijakan yang hingga saat ini belum dirasakan efektivitasnya. Hal ini pun juga dapat mempengaruhi kepercayaan investor kepada Indonesia. 

"Misalnya paket kebijakan X lebih mereduksi peran pengusaha domestik. Paket kebijakan XI yang belum integratif untuk UMKM, dan paket kebijakan XIII yang belum menyentuh persoalan dasar perumahan, yaitu penyediaan lahan yang terjangkau oleh masyarakat," tuturnya.


(rai/okezone)


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini