Peristiwa Banjir Darah Di Mampusun Pelalawan

Oleh: Tengku Nurfauzan, Mahasiswa Pedidikan Sejarah - Universitas Riau
Redaksi Redaksi
Peristiwa Banjir Darah Di Mampusun Pelalawan
Foto : Istimewa

KABUPATEN Pelalawan memiliki banyak sekali ragam peristiwa sejarah, salah satunya yang tak kalah penting seperti pertempuran besar antara kerajaan Pelalawan dengan pewaris tahta kerajaan Pekantua yang memimpin kerajaan Siak Sri Indrapura.

Peristiwa banjir darah di Mampusun ini bermula dari keinginan Raja Sayed Osman untuk mengambil wilayah kekuasaan Pelalawan yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan Pekantua yang dihancurkan oleh portugis.

Sebenarnya Pelalawan memang berada di bawah kekuasaan kerajaan Pekantua, namun setelah kerajaan Pekantua diluluh lantakkan oleh portugis maka seluruh keturunan pewaris tahta dihabisi oleh penjajah. 

Sebelum menghabisi semua pewaris tahta ada salah seorang dari putra mahkota berhasil diselamatkan oleh Raja Pagaruyung dan dirawat oleh beliau hingga dewasa dan dinikahkan dengan putrinya.

Setelah menikahi putri Pagaruyung Tengku Sayed Osman diberi tanah untuk membangun kerajaan Siak Sri Indrapura dan memperluas kekuasaannya hingga akhirnya ingin mengambil kembali kekuasaan yang dulunya tunduk di bawah kerajaan Pekantua yang mana kerajaan ayahandanya dahulu.

Tengku Sayed Osman memberikan surat kepada maharaja Sinda Raja Pelalawan pada saat itu untuk segera tunduk di bawah kerajaan Siak Sri Indrapura. Namun para petinggi kerajaan Pelalawan bermusyawarah dan memutuskan untuk tidak takluk kepada kerajaan Siak dikarenakan kerajaan Pelalawan sudah mandiri. 

Meski demikian, kerajaan Pelalawan tetap mengakui bahwa Tengku Sayed Osman adalah pewaris tahta kejaraan Pekantua, namun mereka tidak akan tahluk terhadap kerajaan Siak.

Akhirnya setelah mendengar jawaban dari kerajaan Pelalawan, Maharaja kerajaan Siak memutuskan untuk melakukan penyerangan ke Pelalawan. Dalam pertempuran ini salah seorang panglima besar Siak yang bernama Panglima Baheram gugur di medan perang, tepatnya di daerah Petatalan. Kerajaan Siak kemudian memutuskan untuk mundur dan menerima kekalahan.

Setelah putra dari Tengku Sayed Osman yang bernama Tengku Sayed Abdurrahman dan Tengku Sayed Muhammad tumbuh dewasa, Siak kembali melakukan penyerangan ke Pelalawan. 

Dalam pertempuran kali ini Pelalawan berhasil ditaklukan setelah gugurnya dua panglima besar kerajaan Pelalawan yakni Panglima Katan dan Panglima Kudin. 

Setelah ditaklukkan pembesar-pembesar Pelalawan tetap difungsikan di bawah kepemimpinan Tengku Sayed Abdurrahman dan dinobatkan sebagai Raja Besar Pelalawan.

Lokasi pertempuran antara kerajaan Siak dan Pelalawan inilah kemudian dikenal sebagai `Banjir Darah di Mampusun~ yang menjadi saksi bisu pertempuran hebat dari kedua belah pihak. 

(Narsum: salah seorang pengurus LAM Pelalawan: T. Jasran)


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini