Buku Megawati Ingatkan Djarot pada Peristiwa Kuda Tuli

Redaksi Redaksi
Buku Megawati Ingatkan Djarot pada Peristiwa Kuda Tuli
foto: Okezone
Wagub DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat
JAKARTA - Seketika Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat kembali mengingat peristiwa kelam dalam penyerbuan Kantor DPP PDI Perjuangan (PDIP) pada 27 Juli 1996 atau yang dikenal dengan peristiwa Kuda Tuli.

Kenangan tersebut muncul saat Djarot membaca buku berjudul 'Megawati dalam Catatan Wartawan, Menangis dan Tertawa Bersama Rakyat'.

"Berapa korban kasus Kuda Tuli itu, berapa yang meninggal? Belum lagi di daerah seperti apa. Saya terlibat di KLB dan saya ingat betul waktu itu saya Dekan di satu universitas yang kantornya dekat dengan lokasi KLB," kata Djarot di Balai Kota Jakarta, Kamis (24/3/2016).

Djarot bercerita, dalam peristiwa berdarah tersebut dirinya melakukan upaya dalam menciptakan mimbar-mimbar umum menolak kesewenang-wenangan penguasa terhadap PDIP.

"Setiap hari bagimana kita berani bikin mimbar bebas waktu itu. Di saat banyak orang tidak berani terjun, di saat banyak orang enjoy dengan kedudukan masing-masing. Betapa sulitnya pada saat itu kita menarik para akademisi, intelek, dan aktivis untuk memberikan bantuannya kepada partai," cerita Djarot.

Menurut Djarot, saat itu para aktivis dan akademisi takut terhadap penguasa. Sebab, pemerintah dinilai anti-terhadap ajaran Soekarno yang menjadi ideologi dari partai berlambang Banteng tersebut.

"Mereka takut, karena saya bukan PNS apa yang saya takutkan? apalagi saya masih bujang. Jadi, saya merasakan betul bagaimana sulitnya membangun partai ini, bagaimana kita dicurigai betul, bagaiman kita adakan pertemuan-pertemuan itu tidak boleh. Kita harus sembunyi-sembunyi. Apalagi mereka saat itu sangat anti terhadap Soekarno," ungkap Djarot.

Kala itu juga, lanjut Djarot, pemerintah melakukan operasi dengan membumihanguskan buku-buku terkait ajaran sang proklamator. Karena, PDIP dianggap identik dengan Soekarno.

"Buku-buku Soekarno dilakukan operasi karena PDIP diidentikkan meneruskan ideologi Soekarno. Gambar Soekarno dicopoti semua," imbuhnya.

Djarot mengingat bagaimana rekan perjuangannya sesama aktivis ditangkap dan disiksa oleh para tentara. Hal itu lantaran para aktivis berdagang kaus yang bergambar Sang Putra Fajar.

"Saat mahasiswa saya juga aktivis, bagaimana teman-teman saya juga ditangkap dan disiksa waktu itu di Kantor Kodim hanya gara-gara dia jualan kaos bergambar Soekarno. Di situ mereka dihajar," ingat Djarot.

Oleh karena itu, Djarot menjelaskan, PDIP bukan partai akta notaris. Di mana, partai besutan Megawati Soekarnoputri itu dalam prosesnya penuh dengan perjuangan. Bahkan, sambungnya, PDIP akan tetap berjaya meski tidak menjadi partai penguasa.

"Bagaimana suka duka seperti itu. Sehingga saya sampaikan bahwa PDI Perjuangan itu bukan partai akta notaris lho. Kalau mau jujur, coba mana Golkar dan PPP mulus-mulus saja kan? Yang bergejolak dan dihajar terus kan PDIP, tapi kita masih kuat. Kita tidak akan peduli di dalam kekuasaan kita masih oke, di luar juga PDIP sudah terbiasa," pungkasnya.

(fid/okezone)

Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini