Hikayat Kopiah Presiden

Redaksi Redaksi
Hikayat Kopiah Presiden
Prabowo on duty
"Nanti saya dikira sok Soekarno…" kata Prabowo sambil tertawa saat kucoba menanyakan perihal kopiah yang kadang dipakai dan kadang tidak.

"Bukan masalah sok Soekarno, pak. Kopiah kan sudah menjadi salah satu identitas bangsa Indonesia. Toh jika dianggap sok Soekarno, apanya yang salah?" desakku lagi.

"Tenang. Kita sudah ada protab (prosedure tetap) soal pemakaian kopiah ini" jawab Prabowo sambil tetap tersenyum dan disambut anggukan kepala setuju dari beberapa sekretaris pribadinya yang muda-muda itu.

Ya, memang tampak sepele soal kopiah ini. Tapi bagiku tidak, ada beberapa hal yang membuatku begitu sangat perhatian soal pemakaian kopiah ini. Bukan sekedar salah satu "topi" yang bisa dipakai baik dalam atau luar ruangan, bukan pula karena sudah lazim dipakai oleh semua pemeluk agama di Indonesia. Namun ada beberapa hal dan kejadian yang menyangkut urgenitas pemakaian kopiah ini, khususnya kelak Prabowo menjadi presiden RI.


Salah satu contoh kejadian adalah ketika muncul pertanyaan kecil yang mengherankan ibuknya anakku saat anak lelakinya sepulang kenduri baik akikah, maulid dan lainnya selalu bawa bingkisan berkat sendiri.

Ya, Thole bawa bungkusan sendiri. Terpisah dengan bapaknya.

Bahkan malam ini, bukan hanya bingkisan berkatan yang ia dapat, bahkan bendera uang ala acara akikah anak yang baru lahir. Padahal anak-anak yang lain tidak mendapatkan hal serupa.
KKN kah? Atau faktor penampilan gagah bapaknya? Tidak. Tidak begitu sebabnya.

Nah, sebelum jauh menjawab–saya perlu sedikit bercerita soal fenomena topi Victoria Beckham yang bagi kita tampak kekecilan dan aneh dalam acara kenegaraan namun malah mendapat pujian dari pihak kerajaan Inggris. Tak terkecuali oleh sang Ratu.

Belum lagi jika kita lihat topi koki, topi polisi, baret tentara, topi suster rumah sakit, atau topi lain seperti para pekerja resto ayam goreng ala Amerika dan para among tamu hotel-hotel berbintang.

Padahal kita sama-sama tahu, model topinya secara teknis kadangkala tidak terlalu bermanfaat menghadapi tugas utamanya melindungi panas atau hujan. Namun pertanyaanya, kenapa tetap dipakai topi-topi tersebut?

Ya, jawabnya sangat sederhana dan esensial. Topi-topi tersebut adalah tanda yang bersangkutan sedang dalam tugas. Berkerja dan berlaku sebagai bagian dari bidang kerja atau kegiatannya. Bukan sedang menjadi sosok individu.

Lalu kembali ke masalah bingkisan anakku tadi, saya juga melihat ada fenomena yang serupa dengan konsep diatas.

Selama ini ia cukup cerdik dengan memakai kopiah alias peci dalam setiap acara yang diikutinya. Lebih tepatnya mengikuti kegiatan bapaknya.

Jadi ahlul bait atau yang punya hajat tahu bahwa ia datang bukan sebagai individu anak-anak. Tapi ia sedang turut menjadi bagian dari acara tersebut dan berhak mendapatkan hak nya sebagai peserta kegiatan berupa berkatan dan lain sebagainya.

Singkatnya, dengan memakai kopiah–berarti anakku sedang ON DUTY. Bukan main-main saja seperti teman-teman sebayanya.

Dan konsep sosial ini juga pasti berlaku pada bidang apapun, tidak terkecuali seorang Presiden. Setidaknya, rakyatnya akan tahu kapan Prabowo sebagai presiden dan kapan sebagai individu yang juga mempunyai sisi privasi. Pembedanya bisa dicoba melalui pemakaian kopiah ini.

Jadi kelak jika (contoh) Prabowo sedang main gitar di teras rumah di Bukit Hambalang, rakyat akan segera tahu—ia bergitar sebagai seorang Presiden atau individu warga negara Indonesia?

Kalau ternyata bermain gitar sambil pakai kopiah. Waduh…

follow: @hazmiSRONDOL

[Bekasi, 25 Februari 2014]




Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini