JAKARTA - "Niat baik bekerja untuk negara tidak selalu disikapi baik sama negara," ungkapan Tri Artining Putri untuk mengambarkan keadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Nama wanita yang akrab disapa Puput masuk daftar Pegawai KPK yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Nasibnya kini terkatung-kantung usai menerima Surat Keputusan (SK) bernomor 652.
SK ditandatangani oleh Plh Kepala Biro SDM KPK, Yonathan Demme Tangdilintin, pada 7 Mei 2021. SK tersebut berisikan penetapan keputusan pimpinan KPK tentang hasil asesmen tes wawasan kebangsaan yang tidak memenuhi syarat dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN.
Berdasarkan surat tersebut, pegawai yang gagal agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsungnya sambil menunggu keputusan lebih lanjut.
"Kami cuma dikasih SK 652 yang tidak memutuskan apapun, cuma kasih tahu saya tidak lolos dan diminta menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sampai ada keputusan lebih lanjut," kata Puput saat dihubungi Liputan.com, Kamis (3/6/2021).
Menurut Puput, SK yang diberikan sangat tidak tegas ,sehingga ditafsikan beragam. Bisa saja di Direktorat 1, pegawai yang tak lolos TWK masih dipekerjakan, sementara di Direktorat lain pegawai tersebut dianggurkan.
Sebagaimana yang dialami saat ini. Atasannya, tidak lagi membebankan tugas-tugas kepadanya.
"Saya sudah tidak dikasih tugas apapun, tidak dikasih tanggung jawab apapun, sudah tidak pernah diajak soal kerjaan. Ya terima gaji aja gitu," ujar Puput.
Atas kebijakan itu, Puput sempat melemparkan beberapa butir pertanyaan kepada atasa secara langsung.
"Aku diberhentikan kah," tanya Puput.
"Tidak," jawab atasannya.
"Aku dipecat kah," tanya Puput.
"Tidak," timpal atasannya
"Saya masih boleh ke kantor," tanya Puput.
"Terserah," atasan menjawab lagi.
Sejak saat itu, kehadiran Puput adalah melakukan advokasi. Puput bersama pegawai tak lolos TWK mengadu ke Komnas HAM, Komnas Perempuan Ombudsman, dan Mahkamah Konstitusi.
Baginya, persoalan ini bukan sekedar memperjuangkan nasib 75 pegawai yang berpotensi kehilangan pekerjaan, tapi bentuk kecintaan kepada KPK.
Kami prihatin melihat KPK lagi mau dikuasai sama kepentingan lain yang semangatnya beda sama semangat pemberantasan korupsi yang KPK bangun dari tahun 2003," ucap Puput.
Puput dulunya adalah seorang wartawan yang sudah menjajaki pelbagai rubrik di Majalah Tempo. Sejumlah desk peliputan dari Megapolitan, Nasional, Politik dan Hukum, Bisnis dan Sains telah ia jelajahi.
Lima tahun menjadi pewarta, Puput merasa kehilangan gairah. Apalagi ketika di tempatkan mengisi di rubrik sains. Di tengah kejenuhan muncul lowongan Hubungan Masyarakat di Komisi Pemberantasan Korupsi. Kesempatan tak disia-siakan.
Puput memang kepincut dengan KPK sedari jadi wartawan. Dia berpandangan KPK lebih terbuka dalam hal penyebaran informasi. Puput membandingkan dengan institusi seperti Kejaksaan.
"Untuk mendapatkan Informasi di Kejaksaan Agung sedikit susah sementara KPK tidak demikian, KPK transparan dalam informasi. Begitu pengalaman ketika menjadi wartawan," kata Puput.
Atasan Garansi Bakal Lulus TWK
Puput lantas memasukan persyaratan yang dibutuhkan. Dewi Fortuna berpihak pada Puput. Dia diterima setelah melewati berbagai tahapan mulai administrasi, test tertulis, dan wawancara.
"Seleksinya sangat ketat, kalau enggak salah itu disyaratkan harus punya pengalaman kerja tiga sampai lima tahun," ujar Puput.
Puput mendapatkan posisi pada bagian pemberitaan. Di sini Puput harus memutar otak.
Betapa tidak, Puput setiap hari mesti bisa menyediakan informasi untuk teman-teman media. Kerjaan itulah yang digeluti sampai sekarang. Tak terasa empat tahun sudah bekerja di KPK.
"Selama empat tahun, saya ada tim pemberitaan. Kerjaan mengurusi wartawan mulai dari membuat siaran pers, berbincang-bincang dengan wartawan, membuat pointers untuk pimpinan, dan pembicara, mencarikan informasi buat jubir," terang Puput.
Seiring berjalannya waktu, kondisi KPK perlahan-lahan berubah tepatnya pada saat diberlakukan Revisi Undang-Undang KPK atau Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Pimpinan KPK kini diposisikan sebagai eksekutif. Tak cuma itu, Pegawai KPK juga dijadikan Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Karena menurut Undang-Undang begitu," ucap Puput.
Namun, proses peralihan ASN inilah yang sampai sekarang menjadi buah bibir di masyarakat. Puput sendiri sedari awal melihat berbagai kejanggalan. Pertama pada saat diminta mengisikan data oleh BKN.
Puput menyampaikan, peralihan ASN disosialisasikan pada 17 Februari 2021. Kemudian, BKN mengirimkan email pada 2 Maret 2021. Isinya meminta pegawai mengisi dan mencetak kartu seleksi calon ASN.
"Tapi dua jam kemudian email BKN di counter sama Biro SDM, katanya jangan diisi dulu, tunggu informasi lebih lanjut. Kami jadi bingung kan tuh," ujar Puput.
Sejurus kemudian, pegawai kembali menerima email dari BKN. Kali ini pegawai diminta mencetak kartu tes asesmen wawasan kebangsaan.
"Tadinya seleksi calon ASN diganti tes asemen wawasan kebangsaan," ucap Puput.
Pimpinan juga mensosialisasikan perihal tes wawasan kebangsaan. Informasi yang diterima, tes wawasan kebangsaan terdiri dari indeks moderasi bernegara.
Pada saat sosialisasi, Puput juga sempat melontarkan pertanyaan. Pasalnya, diterangkan bahwa tes wawasan kebangsaan sangat menentukkan masa depan pegawai di KPK.
"Pada saat sosialisasi disebut adanya lolos tidak lolos. Kami pun bertanya jikalau sama Pak Firli, bagaimana bila tidak lolos. Tapi tidak dijawab," kata Puput.
Masih ingat dibenak Puput, Plh. Kepala Biro SDM KPK, memberikan petuah yang menenangkan hati para pegawai. Kata dia, tidak mungkin ada pegawai yang gagal dalam tes TWK.
Bahkan, dia menyarankan kunci utama berhasil menyelesaikan tes TWK hanya perlu istirahat yang cukup.
"Masa sih tidak lolos janganlah kalian berfikir tidak akan lolos selama lahir dan besar di Indonesia, tidak mungkin tidak lolos tes kebangsaan," ucap Puput meniru kembali ucapan Plh. Kepala Biro SDM KPK yang disampaikan berkali-kali.
"Dia bilang sudah tidak usah ngafalin apa-apa ini tentang sikap maka isirahat cukup, gak akan gak lolos," tirunya lagi.
Sepemikiran, Puput juga meyakini semua pegawai pasti berstatus ASN karena asesmen cuma pengukuran berbeda dengan tes.
"Seharusnya tidak ada yang tidak lolos," ujar Puput.
Ditanya Film Porno hingga Donor Darah Beda Agama
Waktu yang ditunggu-tunggu tiba, seluruh pegawai mengikuti tes wawasan kebangsaan.
Puput mengatakan, tes terbagi menjadi dua yakni jenis tes tertulis dan wawancara. Pada tes tertulis, beberapa pertanyaan sangat absurd bila ditujukan kepada pegawai KPK.
"Seperti percaya gaib, agama adalah bikinan manusia, semesta diciptakan oleh Tuhan, semua orang cina sama saja. Saya disuruh memilih setuju atau tidak setuju," ucap dia.
"Sedangkan, essai ada 13 butir pertanyaan. Isinya tentang Jihad, HTI, Rizieq Shihab, FPI, prestasi di KPK, dan kebijakan pemerintah yang kamu tolak," imbuh Puput.
Sesudah tes tertulis, pegawai menjalankan tes wawancara. Di sinilah peserta mendapatkan pertanyaan yang berbeda-beda tergantung si pewawancara.
"Aku ditanya kenapa belum nikah, suka nonton film porno, donor darah mau tidak jika beda agama, mau tidak berbohong demi kepentingan pimpinan, mengucapkan selamat natal atau tidak," terang Puput.
Singkat cerita, Puput dipanggil menghadap pimpinan pada 10 Mei 2021. Dari empat orang di bagian pemberitaan Humas KPK hanya dia seorang gagal tes TWK.
Puput menduga dirinya memang ingin disingkirkan karena termasuk orang yang lantang mengkritik. Walaupun, kritik yang dilontarkan bukanlah sikap perorangan, tapi juga institusi seperti saat penolakan Firli menjadi pimpinan dan penolakan revisi Undang-Undang KPK.
"Padahal itu adalah sikap lembaga bukan personal karena revisi berpotensi melemahkan, dan penolakan terhadap Filrli karena terbukti melangar etik di KPK sewaktu jadi Deputi Penindakan," beber Puput.
Meski karirnya di KPK terancam, Puput mengaku tak kapok mengabdi pada negara terutama dalam hal pemberantasan korupsi.
"Semangat pegawai terhadap pemberantasan korupsi tidak pernah padam," tandas Puput.
Selengkapnya di Liputan6.com >>>>>>