JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyepakati bahwa pelaksanaan Salat Jumat dalam dua gelombang guna menyiasati jaga jarak selama masa pandemi virus corona (Covid-19) tidak sah.
Keputusan itu merujuk pada hasil Fatwa MUI Nomor 5/Munas VI/MUI/2000 tentang Pelaksanaan Salat Jumat 2 Gelombang yang disepakati dalam Musyawarah Nasional VI MUI pada 25-28 Juli 2000. Dalam surat fatwa itu, sejumlah nama yang tercantum membubuhkan tanda tangan yakni Umar Shihab selaku Ketua, dan Sekretaris, Dien Syamsuddin.
"Pelaksanaan salat Jumat dua gelombang (lebih dari satu kali) di tempat yang sama pada waktu yang berbeda hukumnya tidak sah, walaupun terdapat 'uzur syar'i (alasan yang dibenarkan secara hukum)," demikian bunyi ketetapan fatwa yang dibagikan Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abbas kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/6).
Selain melarang Salat Jumat dua gelombang, fatwa juga mengatur soal alternatif bagi seseorang yang tidak dapat melaksanakan Salat Jumat karena uzur atau halangan yang dibolehkan secara syar'i.
Sebagai gantinya, seseorang yang tidak dapat melaksanakan salat Jumat karena alasan tersebut hanya boleh menggantinya dengan salat zuhur.
"Mengimbau kepada semua pimpinan perusahaan/industri agar sedapat mungkin mengupayakan setiap pekerjanya yang muslim dapat menunaikan salat Jumat sebagaimana mestinya," demikian poin berikutnya dalam putusan Fatwa MUI.
Fatwa Salat Jumat ini lahir dari sejumlah pertimbangan. Pertama, fatwa ini menimbang bahwa terdapat sejumlah industri yang sistem operasionalnya bersifat nonstop 24 jam, tanpa henti, serta harus ditangani secara langsung dan terus menerus.
Jika operasionalnya dihentikan beberapa saat saja, atau tidak ditangani (ditunggu) secara langsung, mesin industri menjadi rusak yang pada akhirnya timbul kerugian besar dan para pekerja kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber ma'isyahnya.
Dengan sifat industri seperti itu, muslim yang bekerja di industri tersebut tidak dapat melaksanakan Salat Jum'at kecuali jika dilakukan dengan dua gelombang.
Sementara itu, larangan terkait pelaksanaan Salat Jumat secara dua gelombang yang diputuskan fatwa itu, salah satunya didasarkan pada sejumlah kitab, antara lain al-Hawasyi al-Madaniyah. Di situ disebutkan:
"Imam (ketika tidak dapat meneruskan salatnya karena hadas, misalnya) tidak boleh meminta selain makmum untuk menggantikan posisinya, karena hal itu serupa dengan melaksanakan salat Jum'at sesudah salat Jum'at yang lain; dan hal itu dilarang (tidak dibenarkan)".
Salat Jumat dua gelombang diwacanakan oleh Dewan Masjid Indonesia baru-baru ini. Ketua Dewan Masjid Indonesia, Jusuf Kalla, membeberkan alasan dibolehkannya pelaksanaan salat Jumat dalam dua gelombang. Kalla merujuk pada Fatwa MUI DKI Jakarta yang dikeluarkan pada 2001.
Kalla menyebutkan, pelaksanaaan Salat Jumat dua gelombang mempertimbangkan ketentuan jaga jarak satu meter yang membuat daya tampung masjid menjadi hanya 40 persen dari kapasitas biasa.
"Akibatnya banyak jemaah tak tertampung bisa tidak salat Jumat. Karena itu kita anjurkan salat Jumat dua kali, dua gelombang, dua sif, itu sesuai fatwa MUI DKI tahun 2001," ujar JK.
(CNNIndonesia.com)