Isi Laporan ke Polisi soal Sekjen PDIP: Komunisme dan Ekasila

Redaksi Redaksi
Isi Laporan ke Polisi soal Sekjen PDIP: Komunisme dan Ekasila
(ANTARA/RENO ESNIR)
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

JAKARTA - Rijal Kobar bersama tim pengacara TAKTIS (Tim Advokasi Anti Komunis) membuat aduan masyarakat terhadap anggota DPR RI dari PDI Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) ke Polda Metro Jaya.

Mulanya, mereka ingin membuat laporan polisi terhadap Rieke dan Hasto. Namun, kepolisian menolaknya dan hanya menerimanya sebagai pengaduan masyarakat (dumas).

Dalam draf laporan yang diterima CNNIndonesia.com, ada beberapa hal yang menjadi dasar Rijal dkk membuat laporan tersebut.

Pada draf tersebut, pengadu mengatakan bahwa pada 11 Februari 2020 di Ruang Rapat Badan Legislasi, Gedung Nusantara I ada rapat dengar pendapat yang dipimpin oleh Rieke, membahas RUU HIP.

Menurut pengadu rapat itu bentuk keinginan mengganti dan merusak Pancasila dengan undang-undang. Yakni dengan menempatkan Pancasila sebagai objek undang-undang.

Pengadu menilai langkah tersebut sebagai tindakan pidana sangat serius dan menimbulkan kerusuhan dalam masyarakat.

"Akibat hal ini sehingga menimbulkan gejolak di mana-mana," demikian isi dalam draf tersebut.

Trisila dan Ekasila

Kemudian, menurut pengadu, dalam Pasal 7 RUU HIP disebutkan bahwa Pancasila diperas menjadi Trisila hingga Ekasila dengan substansi gotong royong.

Pasal 7 dalam draf RUU HIP terdiri dari tiga ayat. Bunyi pasal tersebut:

(1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.

(2) Ciri Pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.

(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.

Pengadu berpendapat pasal yang mengkristalisasi Pancasila ke dalam trisila dan ekasila juga masuk kategori tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 107 b KUHP.

Pasal 107 b KUHP berbunyi: Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan/atau melalui media apapun, menyatakan keinginan untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Lalu, masih dalam Pasal 7 RUU HIP, menurut tafsiran pengadu secara materiil konsep gotong royong di pasal tersebut merujuk pada kehidupan masyarakat komunal, tanpa kelas, di mana proses produksi dilakukan secara bersama (gotong royong).

Hal tersebut dianggap sebagai konsep dari komunisme dan masuk kategori tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 107 d KUHP.

"Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan,tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun," demikian bunyi Pasal 107 d KUHP. 

Di sisi lain, untuk teradu Hasto selaku Sekjen PDIP, pengadu menyinggung soal AD/ART PDIP.

Padal mukadimah dan Bab III Pasal 6 AD/ART PDIP disampaikan bahwa partai sebagai alat perjuangan untuk melahirkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berketuhanan, memiliki semangat sosio nasionalisme, dan sosio demokrasi (trisila), alat perjuangan untuk menghidupkan jiwa dan semangat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (ekasila).

"Hal ini jelas merupakan tujuan yang merupakan pemerasan dari Pancasila, ini jelas merupakan tujuan yang sangat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945," demikian isi draf laporan.

Pengadu menilai hal tersebut bertentangan dengan Pasal 107 b KUHP.

Selanjutnya, masih mukadimah dan Bab III Pasal 6 AD/ART PDIP, pengadu beranggapan bahwa hal itu merupakan kampanye dari Partai Komunis Indonesia (PKI) yang getol mengkampanyekan poin itu saat konstituante hendak merumuskan dasar negara.

"Ini jelas merupakan pelanggaran pidana sangat serius terhadap Pancasila dan tindakan komunisme terselubung sebagaimana diancam pidana dalam pasal 107 b dan pasal 107 d KUHP," bunyi isi draf aduan tersebut.

Barang bukti yang disertakan antara lain berkas catatan RDP Baleg DPR RI tentang penyusunan RUU HIP, berkas RUU HIP, berkas AD/ART PDIP 2019-2024.

Lalu, catatan rapat Rapat Badan Legislasi Pengambilan Keputusan Atas Penyusunan RUU Tentang Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), TAP MPRS No: XXV/MPRS/1966 Tentang Pembubaran PKI, link pemberitaan, struktur Panja RUU HIP, serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.

Respons PDIP

Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah menegaskan seluruh kader PDIP yang kini menjadi anggota DPR RI memiliki hak untuk mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) apapun yang berguna bagi masyarakat luas.

Hal itu ia sampaikan untuk merespons dua kader PDIP, Rieke Dyah Pitaloka dan Sekjen PDIP Hasto Kristianto yang diadukan ke Polda Metro Jaya terkait Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

Basarah menyatakan hak anggota untuk mengusulkan RUU di DPR itu itu dilindungi oleh Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

"Yang berhak mengusulkan RUU itu siapa ya? hak mengusulkan RUU kan hak anggota DPR yang dijamin oleh UU MD3 kita. Dan juga oleh konstitusi kita," kata Basarah di Kantor PBNU, Jakarta, Jumat (3/7).

"Jadi enggak bisa ketika DPR menjalankan hak imunitasnya itu dikriminalisasi. Nanti malah orang enggak mau mengajukan RUU," kata dia.

Sementara itu Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan akan melakukan pengecekan terlebih dahulu aduan masyarakat terhadap Rieke dan Hasto terkait RUU HIP . "Saya cek dulu ya," kata Yusri.

(CNNIndonesia.com)


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini