JAKARTA - Pemerintah tengah menggodok skema kredit super mikro untuk usaha produktif korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan ibu rumah tangga.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir memaparkan skema baru ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas pada Senin (3/8) lalu.
"Komite menindaklanjuti arahan presiden (Jokowi) dari ratas dengan menciptakan skema untuk pekerja kena PHK dan ibu rumah tangga yang usaha secara mikro," ujar Iskandar dalam paparannya, Kamis (13/8).
Iskandar menerangkan, dalam usulan saat ini, pemerintah akan menanggung bunga kredit super mikro sebesar 19 persen hingga Desember 2020.
"19 persen itu termasuk penjaminan 2,5 persen, 70 persen coverage ratio dari pemerintah dan sisanya 30 persen bank," ujarnya.
Artinya, suku bunga kredit yang diterima debitur adalah nol persen hingga akhir tahun.
Namun, setelah 2020, peminjam akan dikenakan suku bunga 6 persen atau setara suku bunga KUR.
"Saat suku bunga 6 persen, pemerintah beri subsidi bunga 13 persen," jelasnya.
Adapun batasan kredit maksimal Rp10 juta. Debitur juga tidak perlu menyiapkan agunan.
Lama usaha calon penerima KUR super mikro tidak dibatasi tetapi minimal 6 bulan.
Sesuai estimasi perbankan, rata-rata besaran kredit yang diajukan nasabah berkisar Rp4 juta.
Dengan asumsi tersebut, pemerintah menargetkan dapat menyalurkan kredit ke 3 juta debitur yang belum pernah menerima KUR.
"Plafonnya Rp13 triliun," ujar Iskandar.
(CNNIndonesia.com)