Peneliti Desak Jokowi Perpanjang Inpres Moratorium Sawit Indonesia

Redaksi Redaksi
Peneliti Desak Jokowi Perpanjang Inpres Moratorium Sawit Indonesia
Foto: Arsip Humas Kementan
Presiden Jokowi saat meninjau perkebunan sawit didampingi Menteri Pertanian Amran Sulaiman.

JAKARTA, (6 Juli 2021) - Inpres Moratorium Sawit merupakan instrumen penting yang memberi peluang besar bagi Indonesia guna mengurai dan menyelesaikan persoalan tata kelola industri sawit yang selama ini belum tercapai.

Dengan akan berakhirnya Inpres Moratorium Sawit pada 19 September 2021 mendatang, The Institute for Ecosoc Rights mendesak presiden Jokowi agar memperpanjang Inpres Moratorium Sawit hingga tercapainya tata kelola industri sawit yang berkelanjutan dan diterima di pasar global.

Demikian disampaikan peneliti dari The Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi. Menurutnya, meski belum tuntas dan mencapai tujuan namun dampak positif kebijakan Inpres Moratorium Sawit sudah tampak di beberapa daerah yang memberikan respon positif terhadap pelaksanaan Inpres tersebut.

"Karena itulah Inpres Moratorium Sawit penting dan mendesak diperpanjang menimbang masih buruknya tata kelola industri sawit di Indonesia," ujarnya.

Secara konseptual kebijakan ini sangat strategis, hanya saja belum optimal dalam tataran implementasi. Belum optimalnya implementasi moratorium sawit disebabkan berbagai hal yang menghambat seperti belum adanya target spesifik.

"Sehingga diperlukan penguatan produk hukum dengan disertai target yang spesifik seperti peningkatan produktivitas maupun review izin dengan ukuran target yang jelas," katanya.

Di sisi lain, Rahmadha, Juru Kampanye Kelapa Sawit Kaoem Telapak menyampaikan bahwa saat ini Pemerintah Indonesia telah berada di jalur yang tepat dalam mewujudkan tata kelola sawit berkelanjutan yang tercermin melalui Inpres Moratorium Sawit.

"Inilah esensi dari penerimaan pasar minyak sawit Indonesia di pasar global. Namun peluang strategis tersebut hilang jika aturan ini tidak diperpanjang," ujar Rahmadha.

Dikatakan Rahmadha, persoalan seperti review izin dan konflik sosial yang belum tuntas dapat menciptakan sentimen negatif bagi pasar global. Apalagi proyeksi konsumsi sawit Indonesia sampai tahun 2024 masih didominasi oleh pasar ekspor.

Kepercayaan masyarakat global terhadap komoditas minyak sawit Indonesia yang berkelanjutan adalah hal terpenting yang terus dijaga dan ditingkatkan oleh pemerintah Indonesia. Mengingat setiap tahunnya, sebesar 19% konsumsi dan permintaan dari total CPO global berasal dari sawit bersertifikat berkelanjutan.

Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch menambahkan, Inpres Moratorium Sawit juga menjadi jawaban bagi tuntutan pasar internasional akan produk sawit yang berkelanjutan.

Kebijakan ini menjadi tools bagi pemerintah Indonesia dalam melakukan perbaikan tata kelola untuk menghasilkan produk sawit yang dapat diterima pasar global.

"Jika tata kelola perkebunan sawit menjadi lebih baik, maka iklim investasi di Indonesia akan semakin positif," tukasnya.

Tidak hanya untuk pemerintah pusat, perpanjangan moratorium sawit juga dibutuhkan oleh daerah untuk mengurai permasalahan tumpang tindih lahan. Salah satu langkah yang perlu diapresiasi adalah komitmen Pemerintah Papua Barat bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah kaji ulang terhadap izin 30 perusahaan perkebunan sawit dalam dua tahun terakhir.

"Hasilnya, pencabutan 14 izin perusahaan sawit oleh Bupati dan rencana mencabut izin empat perusahaan di provinsi konservasi tersebut. Langkah ini juga yang semestinya dapat dilakukan pemerintah daerah yang lain untuk mengurai permasalahan serupa," bebernya.

Menurutnya, lebih dari semata pencabutan izin, kebijakan Moratorium Sawit di masa mendatang sudah semestinya mampu bekerja sebagai langkah korektif bagi penyelesaian sawit dalam kawasan hutan.

"Salah satunya mengamankan semua tutupan hutan tersisa dalam izin untuk dikembalikan sebagai kawasan hutan atau ditetapkan sebagai HCV melalui skema hutan adat," ungkapnya.

Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace menekankan bahwa kebijakan Moratorium mendatang tidak hanya dilaporkan pada Presiden tetapi juga harus dipublikasi ke publik guna menjamin keterbukaan informasi, tandasnya. (**)


Tag:
Berita Terkait
Segala tindak tanduk yang mengatasnamakan wartawan/jurnalis tanpa menunjukkan tanda pengenal/Kartu Pers riaueditor.com tidak menjadi tanggungjawab Media Online riaueditor.com Hubungi kami: riaueditor@gmail.com
Komentar
Berita Terkini