BENGKALIS - Empat orang warga masyarakat Desa Petani Kecamatan Batin Solapan, Kabupaten Bengkalis ditahan Direskrimum Polda Riau dengan sangkaan merambah kawasan hutan produksi di wilayah tersebut. Keempat warga masyarakat tersebut merupakan anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) Tunas Baru Lubuk Linong Kecamatan Batin Solapan, Kabupaten Bengkalis.
Tidak jelasnya batas mana kawasan hutan dan bukan kawasan hutan diduga menjadi pemicu terjadinya alih fungsi lahan menjadi kebun kelapa sawit.
Anggota Komisi II DPRD Riau, Hj Mira Roza, SH meminta Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) agar segera menetapkan SK luasan kawasan hutan di Riau berikut dengan patok batas kawasan hutan.
"Konflik antara masyarakat dan pemerintah terhadap kawasan hutan tak akan berhenti jika pemerintah tidak segera menetapkan kawasan hutan dan jika sudah juga harus membuat patok batas mana kawasan hutan dan yang bukan, sehingga masyarakat tahu tidak lagi merambah kawasan hutan,” kata Mira Roza.
Politisi Dapil Bengkalis Dumai dan Kepulauan Meranti ini mencontohkan kasus di Desa Petani Bathin Solapan itu akibat tidak adanya legalitas kawasan hutan dari SK penetapan tersebut.
“Nah kalau SK penetapan tidak ada, lahannya juga dipertanyakan,” ucapnya.
Sementara menanggapi kelompok tani (Poktan) yang ditangkap Polda Riau beberapa waktu lalu, Mira Roza mengatakan bahwa Komisi II DPRD Riau akan memanggil Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH).
“Nanti kita akan minta ke BPKH secara tertulis apakah yang sedang berperkara ini masuk kawasan hutan atau sudah ada SK penetapan kawasan hutan dari KLHK,” ujarnya.
Ia mengatakan, kalau memang sudah ada pihaknya meminta hakim bijak dalam membuat keputusan. Pasalnya mereka ini adalah Kelompok Tani Hutan.
“Kita melihat mereka sudah beritikad baik, punya legalitas. Buktinya mereka sudah dapat registrasi dari Kemenkumham. Selain itu saat ini mereka sedang proses pengurusan perizinan perhutanan sosial dari DLHK,” tukasnya.
Politisi PKS ini juga mengkritisi kinerja aparat penegak hukum Polda Riau yang juga dirasa tebang pilih, karena hanya menyasar rakyat kecil sementara pejabat yang menanami kelapa sawit di kawasan hutan tidak ditangkap.
Beberapa hari lalu lanjutnya, Komisi II DPRD Riau melakukan hearing dengan DLHK. Salah satu problem penegakkan hukum (Gakkum) di DLHK tidak berjalan maksimal karena minimnya dana operasional.
"Pemprov Riau jika memang serius dalam penegakkan hukum di kawasan hutan, DLHK harus diberikan pendanaan yang cukup," imbuhnya.
Sebelumnya Komisi II DPRD Provinsi Riau juga telah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pengurus Kelompok Tani Hutan (KTH) Tunas Baru Lubuk Linong serta Tokoh Adat, terkait Permasalahan Penangkapan 2 orang anggota Kelompok Tani Hutan Tunas Baru Lubuk Linong yang diduga melakukan Perambahan Hutan di Daerah kawasan HPT yang berlokasi di Desa Petani, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis.
Penangkapan 2 Orang tersebut menimbulkan tanda tanya besar dari para Kelompok Tani Hutan Tunas Baru Lubuk Linong, pasalnya penangkapan tersebut dilakukan secara sepihak oleh aparat, padahal di Lokasi penangkapan Anggota KTH Tunas Baru Lubuk Linong tersebut juga ada Alat berat dan Lahan yang diduga dikuasai oleh Oknum Anggota DPRD Bengkalis, Oknum Pejabat Bengkalis serta para Kepala Desa, Desa Petani.
Hal tersebut disampaikan Sudirman, Ketua KTH Tunas Baru Lubuk Linong, di mana penangkapan tersebut diduga mencederai rasa keadilan dan berat sebelah, "Kenapa hanya anggota kelompok tani saja yang ditangkap, sementara di lokasi yang sama juga terjadi perambahan dengan menggunakan alat berat pada areal yang dikuasai Oknum DPRD Bengkalis itu. Semestinya tidak tebang pilih, sekali perambah ya tetap perambah, sama-sama diamankan, sama-sama ditangkap, jangan karena mereka pejabat bisa seenaknya," ujar Sudirman.
Ditambahkan Sudirman bahwa pada Januari kemarin pihaknya sudah melakukan RDP dengan Komisi II DPRD Riau, di Pekanbaru. Kita sudah menyampaikan keluhan dan permasalahan yang terjadi di lokasi lahan tersebut, kita minta keadilan ditegakkan secara adil dan tidak ada berat sebelah.
"Kami memang rakyat biasa, jangan diperlakukan tidak adil, kami juga minta kepada Gakkum, Kepolisian, bertindak seadil-adilnya," jelas Sudirman kepada awak media, Rabu (01/02/2023).
Lanjut dia, "Tindak seadil-adilnya kalau memang itu lahan kawasan hutan, kenapa bisa dikuasai para pejabat dan orang kaya raya itu sampai puluhan hektar per orangnya, sementara masyarakat itu hanya dijatah tak lebih dari 1 - 2 hektar malah ditangkapi," tukasnya.(**)